Oleh :
Budi Santoso
Dalam konsep
industrialisasi perikanan, maka nelayan dan pengusaha perikanan khususnya yang
tidak memiliki armada penangkapan ikan merupakan dua sisi mata uang yang tidak
dapat dipisahkan, nelayan sebagai suplier
bahan baku dan perusahaan membutuhkan bahan baku untuk processing, dengan fakta
tersebut maka dibutuhkan sebuah sinergitas yang dibangun dalam sebuah kerjasama
dalam bentuk kemitraan sehingga pencapaian tujuan dalam rangka industrialisasi
kelautan dan perikanan yang telah ditetapkan sebagai grand strategy
Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam upaya mengakselerasikan pembangunan
sektor kelautan dan perikanan dengan fokus nilai tambah, produktivitas dan daya
saing komoditas serta usaha di bidang kelautan dan perikanan dapat tercapai,
disamping itu dengan terlaksananya industrialiasasi perikanan maka banyak
manfaat yang diperoleh disana, salah satunya penyerapan tenaga kerja dan
peningkatan kualitas produk hasil perikanan. Pelabuhan Perikanan Samudera
Kendari sebagai salah satu UPT Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai Leading Sector pelaksanaan
Industrialisasi Kelautan dan Perikanan tentu memegang peranan penting dalam
upaya membangun kemitraan antara nelayan dan pengusaha perikanan, sehingga
pelaksanaan industrialisasi perikanan khususnya di kawasan Sulawesi Tenggara
dapat berjalan dengan baik.
Nelayan
sebagai pelaku utama sektor perikanan tangkap memegang peranan penting dalam mendukung program
indutrialisasi perikanan terutama sebagai penyedia bahan baku bagi perusahaan
ikan yang ada di kawasan pps kendari, khususnya bagi perusahaan – perusahaan
yang tidak memilki armada kapal penangkapan ikan. Oleh karena itu dibutuhkan sinergi yang kuat
antara kedua belah pihak (nelayan dan pengusaha) untuk bersama – sama
mewujudkan pencapaian program industrialisasi tersebut.
Upaya
membangun kemitraan nelayan – pengusaha khususnya dalam hal penyediaan bahan
baku ikan di PPS Kendari telah berlangsung secara alami
dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir
akan tetapi belum membuahkan hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan
oleh masih banyaknya permasalahan - permasalahan yang djumpai. Diantaranya semakin banyaknya kompetitor
(pembeli ikan) yang datang dari luar kawasan sehingga kebutuhan pasokan ikan
perusahaan dari nelayan sedikit berkurang karena nelayan memiliki pilihan
penjualan yang lebih banyak.
Dengan
adanya pola kemitraan yang baik antara nelayan dan pengusaha perikanan
diharapkan program Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam mendukung industrialisasi perikanan
dapat berjalan dengan baik.
Bagaimana
membangun kemitraan nelayan dan pengusaha perikanan agar terjadi sinergitas
yang baik antara kedua belah pihak sehingga dapat mendukung program industrialisasi perikanan
khususnya di PPS Kendari ?
Pengertian
kemitraan secara konseptual adalah adanya kerjasama antara usaha kecil dengan
usaha menengah atau dengan usaha besar disertai oleh pembinaan dan pengembangan
berkelanjutan oleh usaha menengah atau besar dengan memperhatikan prinsip
saling memerlukan, memperkuat dan menguntungkan (Soemardjo, 2004). Menurut
Martodireso dan Widada(2002), saling memerlukan berarti bahwa pengusaha
memerlukan pasokan bahan baku dan pemasaran sarana produksi peternakan
memerlukan adanya bimbingan dan penampungan hasil. Saling memperkuat berarti
peternak dan pengusaha sama-sama melaksanakan etika bisnis, sama-sama mempunyai
hak dan kewajiban masing-masing dan saling membutuhkan sehingga memperkuat
kesinambungan dalam bermitra. Saling menguntungkan berarti peternak ataupun
pengusaha memperoleh peningkatan pendapatan disamping adanya kesinambungan
dalam usaha.
Menurut Menteri
Kelautan dan Perikanan Indonesia Sharif C Sutardjo (dikutip dari
nasional.republika.co.id, Oktober 2014), dua persoalan utama di sektor hilir
yakni kendala kekurangan dan tidak meratanya ketersediaan bahan baku untuk
peningkatan produksi ikan olahan serta kemampuan untuk mengembangkan
diversifikasi produk. Sedangkan di bagian hulu, perikanan masih mempunyai permasalahan
dalam peningkatan kinerja produksi bahan baku dan ikan segar. Oleh karena itu,
kata dia, diperlukan sistem manajemen rantai pasokan ikan dan produk perikanan,
bahan, dan alat produksi. Kemudian berbagai informasi, mulai dari pengadaan,
penyimpanan, sampai dengan distribusi. Sistem manajemen rantai pasokan ikan
yang dimaksud pihaknya adalah sistem yang mampu menjamin ketersediaan ikan
secara kontinyu. Baik pada musin panen maupun paceklik, kepada konsumen maupun
bahan baku industri pengolahan.
Berdasarkan
hasil pengamatan di lapangan, upaya membangun kemitraan nelayan dan pengusaha
perikanan di PPS Kendari sebenarnya telah berlangsung cukup lama dengan telah berkembang pola kemitraan usaha
perikanan yang menerapkan dua pola bentuk kemitraan yaitu keagenan dan dagang
umum. Pola keagenan maupun pola dagang umum diterapkan oleh masing-masing pihak
antara lain dalam hal penyediaan pasokan bahan baku oleh kelompok mitra untuk
memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan mitra. Anggota yang terlibat
pada pola dagang umum ini bermitra tanpa batasan waktu karena tidak adanya
surat perjanjian sebagai legalitas. Artinya setiap kelompok nelayan dapat kembali
bermitra dengan perusahaan mitra kapan saja selagi masih dapat memenuhi pasokan
kebutuhan perusahaan mitranya, akan tetapi pola kemitraan yang dikembangkan
saat ini masih menemui berbagai hambatan diantaranya masih kurangnya tingkat
kepercayaan antara nelayan dan pengusaha akan hubungan kerjasama kemitraan yang
akan dibangun. Yang kedua dengan semakin banyaknya pembeli ikan yang masuk ke
kawasan pelabuhan (Roda dua dan Roda 4)
maka perusahaan memiliki
kemampuan daya tawar yang rendah terhadap ikan yang akan dibeli dibandingkan
dengan pembeli ikan lainnya, sehingga mereka agak kesulitan untuk berkompetisi.
Hal ini disebabkan oleh pertimbangan finansial, misalnya perusahaan akan
memikirkan biaya tenaga kerja, sewa lahan, listrik, air, dll. Pada situasi ini
hubungan kemitraan nelayan – perusahaan terputus sementara.
Pada situasi
tertentu saat hasil tangkapan ikan nelayan melimpah dan pasar tidak mampu
menyerap semua produk yang ada, maka nelayan akan menjual ikannya diperusahaan,
sebab perusahaan memiliki kapasitas daya tampung ikan yang cukup besar dengan
teknologi penanganan mutu ikan yang juga cukup baik. Meskipun harga yang mereka
terima belum optimal sesuai yang mereka harapkan. Belum lagi bila nelayan
kesulitan memperoleh modal, maka perusaahaan yang ada selalu hadir memberikan solusi sehingga timbul
ketergantungan, pada situasi ini hubungan kemitraan kedua belah pihak terjalin
kembali.
Permasalahan
yang dialami oleh nelayan dan pengusaha dalam upaya membangun kemitraan
berlangsung secara dilematis. Di satu
sisi perusahaan membutuhkan pasokan bahan baku ikan yang memadai agar roda
kegiatan produksi terus berjalan namun disisi lain perusahaan tidak memiliki
kekuatan yang cukup untuk bersaing dengan pembeli lain dari luar kawasan
khususnya dalam hal tawar menawar harga dengan pertimbangan tertentu. Di sisi
lain nelayan yang ada di kawasan PPS Kendari juga membutuhkan perusahaan
khususnya saat mereka sedang mengalami masa produksi tinggi dan produknya tidak
mampu terserap oleh pasar, selain itu perusahaan dapat menjadi penyedia layanan
“permodalan instan” apabila nelayan kesulitan modal untuk melaut.
UPAYA
YANG DAPAT DITEMPUH
Dari
uraian permasalahan di atas dapat diketahui bahwa hubungan kemitraan nelayan
dan perusahaan berlangsung panas – dingin atau tidak stabil, untuk menjaga kestabilan hubungan kemitraan
yang telah dibangun, maka ada beberapa solusi dan upaya yang bisa ditawarkan
yaitu :
1). Kemitraan yang akan dibangun harus didasarkan pada 2 bentuk
kemitraan, yaitu kemitraan permanen dalam bentuk kontrak kerja sama kemitraan 1
tahun, hubungan timbal balik yang dapat
dilakukan adalah : Perusahaan dapat menjadi penyedia modal bagi nelayan,
kemudian nelayan menjual ikannya hanya kepada perusahaan mitranya namun bukan
sistim ijon. Nelayan akan mendapatkan kepastian pasar dan ketersediaan modal,
kemudian perusahaan mendapatkan kepastian bahan baku untuk kesinambungan proses
produksi.
2). Kemitraan temporer, kemitraan
ini dapat dibangun dengan melihat kondisi pasar, nelayan mempunyai pilihan
untuk menjual ikannya ke pihak lain namun pada situasi tertentu dimana
produknya melimpah maka nelayan yang bersangkutan tidak memilki pilihan lain
untuk menjual produknya selain ke perusahaan mitranya, mengingat ada 25
perusahaan di kawasan PPS Kendari. Bentuk hubungan timbal baliknya : perusahaan
menyediakan sarana bongkar muat, es, modal, dll, nelayan memberikan kepastian
produk dalam periode tertentu.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah :
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah :
a. Membangun kemitraan
antara nelayan dan pengusaha perikanan
mutlak diperlukan untuk untuk mewujudkan sebuah hubungan mitra usaha yang dapat
saling mendukung guna mempercepat program industrialisasi perikanan.
b. Kemitraan
nelayan dan pengusaha perikanan dilakukan sekaligus untuk menjaga agar
perusahaan tidak kekurangan apalagi kehilangan pasokan bahan baku mengingat
perusahaan – perusahaan yang ada dikawasan PPS Kendari harus terus hidup
sekaligus juga untuk menghidupi ribuan tenaga kerja yang ada didalamnya.
Sebaliknya nelayan tidak akan menemui banyak kesulitan untuk mencari konsumen
oleh karena adanya kepastian dan resiko penurunan kualitas produk ikan akan
tidak akan terjadi sehingga harganya akan tetap terjaga.
Dengan
adanya sinergitas dan pola kemitraan yang baik antara nelayan dan pengusaha
perikanan, maka dipastikan program industrialisasi yang dicanangkan oleh
Kementerian Kelautan dan Perikanan akan berjalan dengan baik.
PENUTUP
Demikian
makalah ini disusun untuk memberikan gambaran mengenai bagaimana upaya
membangun kemitraan nelayan – pengusaha agar kedua belah pihak dapat
menjalankan usahanya dengan penuh kepastian dan berlangsung secara kontinyu
demi terlaksananya program industrialisasi perikanan.
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/10/03/nctxgf-kkp-percepat
industrialisasi-kelautan-dan-perikanan.