Oleh :
Budi
Santoso, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Pertama, Unit Kerja
Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari
Email : budipps_kendari@yahoo.com
ABSTRAK
Diantara sekian
banyak masalah ekonomi ilegal, praktik pencurian ikan atau Illegal Fishing oleh nelayan-nelayan (armada kapal ikan) asing adalah
yang paling banyak merugikan negara. Pencurian ikan oleh armada kapal ikan
asing dari wilayah laut Indonesia diperkirakan lebih dari 2 juta
ton/tahun (Rp 30 triliun/tahun) yang berlangsung sejak pertengahan
1980-an (FAO, 2013). Selain kerugian uang negara sebesar itu, pencurian
ikan oleh nelayan asing berarti juga mematikan peluang nelayan Indonesia untuk
mendapatkan 2 juta ton ikan setiap tahunnya. Lebih dari itu, volume ikan
sebanyak itu juga mengurangi pasok ikan segar (Raw Materials) bagi industri pengolahan hasil perikanan nasional serta
berbagai industri dan jasa yang terkait. Sehingga impor ikan baik volume
maupun nilainya terus meningkat signifikan dalam 5 tahun terakhir. Aktivitas pencurian ikan oleh para nelayan
asing juga merusak kelestarian stok ikan laut Indonesia, karena biasanya mereka
menangkap ikan dengan teknologi yang tidak ramah lingkungan. Dan, jangan
lupa, bahwa kalau kita terus membiarkan illegal fishing, maka kedaulatan wilayah pun bisa terongrong. Oleh
sebab itu, kita harus menumpas habis aktivitas pencurian ikan di wilayah laut
Indonesia sampai ke akar-akarnya melalui strategi penannggulangan ilegal
fishing yang dikembangkan dan diterapkan secara komprehensif dan menyeluruh.
Kata Kunci : Penyebab
Illegal Fishing, Strategi Penanggulangan Illegal Fishing
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sebagai negara yang kaya akan beraneka
ragam SDA (sumber daya alam) baik yang
terdapat di darat maupun di laut. Indonesia sudah sewajarnya menjadi
incaran negara – negara lain. Akan tetapi kekayaan alam laut indonesia belum
dikelola secara baik oleh penduduk negerinya sendiri, hal ini dikarenakan oleh keterbatasan
kemampuan SDM dalam megelola kekayaan tersebut, aparat pemerintah dan DPR
berlaku korup, rendahnya aplikasi teknologi dalam pemanfaatan SDA sampai dengan
rendahnya proses nilai tambah (industri hilir). Dan, salah satu faktor
terpenting adalah karena adanya aktivitas pencurian (ilegal) oleh oknum – oknum,
baik didalam maupun diluar negeri.
Melihat fakta ini maka diperlukan suatu upaya yang komprehensif dan
menyeluruh untuk memberantas kegiatan illegal fishing ini.
2. Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah dalam makalah ini adalah :
Bagaimana
permasalahan illegal fishing di Indonesia, penyebab, dan cara penanggulangannya
?
II. KAJIAN
TEORI
Illegal fishing
yaitu kegiatan penangkapan ikan secara illegal di perairan wilayah atau ZEE
suatu negara, atau tidak memiliki ijin dari negara tersebut (Rokhmin Dahuri,
2012). Pengertian illegal fishing adalah kegiatan perikanan yang tidak sah,
kegiatan perikanan yang tidak diatur oleh peraturan yang berlaku, aktifitasnya
tidak dilaporkan kepada suatu institusi atau lembaga perikanan yang
tersedia/berwenang. Dapat terjadi di semua kegiatan perikanan tangkap tanpa
tergantung pada lokasi, target species, alat tangkap yang digunakan dan
exploitasi serta dapat muncul di semua tipe perikanan baik skala kecil dan
industri, perikanan di zona yurisdiksi nasional maupun internasional.
Illegal fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan :
- yang dilakukan oleh orang atau kapal asing pada
suatu perairan yang menjadi yurisdiksi suatu negara tanpa izin dari negara
tersebut atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- yang bertentangan dengan peraturan nasinal
yang berlaku atau kewajiban internasional.
- yang dilakukan oleh kapal mengibarkan bendera
suatu negara yang menjadi anggota organisasi pengelolaan perikanan regional
tetapi beroperasi tidak sesuai dengan ketentuan pelestarian dan pengelolaan
yang diterapkan oleh organisasi tersebut atau ketentuan hukum internasional
yang berlaku.
Kegiatan illegal fishing yang sering terjadi di Indonesia
adalah :
- Penangkapan ikan tanpa izin
- Penangkapan ikan dengan menggunakan izin
palsu.
- Penangkapan ikan dengan menggunakan alat
tangkap terlarang
-
Penangkapan ikan dengan jenis (species) yang tidak sesuai dengan izin / yang
merupakan yang dilindungi.
III. PENYEBAB
ILLEGAL FISHING
Terdapat
beberapa faktor-faktor yang menyebabkan maraknya praktek illegal fishing
di Indonesia, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
- Terjadinya overfishing (tangkap lebih) di negara-negara tetangga yang kemudian mencari daerah tangkapan di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan produksi dan pemasarannya. Meskipun, beberapa stok ikan di beberapa wilayah perairan (Pantai Utara Jawa, sebagian Selat Malaka, Pantai Selatan Sulawesi, dan Selat Bali) telah mengalami overfishing. Tetapi, masih cukup banyak wilayah laut Indonesia lainnya yang masih memiliki sumberdaya ikan cukup besar, seperti Natuna dan ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia) di Laut Cina Selatan, Laut Arafura, Laut Sulawesi, ZEEI di Samudera Pasifik, ZEEI di Samudera Hindia, dan wilayah laut perbatasan. Indonesia dengan potensi produksi lestari (Maximum Sustainable Yield = MSY) ikan laut sebesar 6,5 juta ton/tahun merupakan salah satu negara dengan potensi ikan laut terbesar di dunia. MSY ikan laut dunia sekitar 90 juta ton/tahun (FAO, 2010). Artinya, sekitar 7,2 persen ikan laut dunia terdapat di Indonesia. Sementara, negara-negara yang selama ini melakukan pencurian ikan di wilayah laut Indonesia (Thailand, Pilipina, Vietnam, Malaysia, RRC, dan Taiwan) memiliki potensi sumberdaya ikan laut yang jauh lebih kecil ketimbang yang dimiliki Indonesia.
- Sistem penegakan hukum di laut masih lemah, terutama dilihat dari aspek legalnya maupun kemampuannya yang tidak sebanding antara luas laut dan kekuatan yang ada. Jumlah kapal dan personil pengawas laut belum sebanding dengan luas lautan.
- Sebagian oknum penegak hukum di laut (TNI-AL, POLRI, Kejaksaan, dan KKP) ditenggarai merupakan bagian dari jaringan usaha penangkapan ikan oleh para nelayan (perusahaan) asing secara illgal di wilayah laut Indonesia.
- Sistem dan mekanisme perizinan kapal ikan masih diwarnai oleh praktik KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme).
- Kebanyakan pengusaha penangkapan ikan Indonesia yang lebih senang sebagai broker (menjual izin kepada pengusaha asing), tanpa memiliki kapal ikan sendiri atau kalaupun memiliki kapal ikan, mereka tidak bekerja cerdas, keras, dan serius seperti pengusaha negara-negara tetangga itu.
- Pengadilan perikanan seringkali menjatuhi hukuman (sanksi) kepada nelayan (kapal ikan) asing yang melakukan pelanggaran (IUU fishing) terlalu ringan. Sehingga, tidak ada efek jera bagi para nelayan (pengusaha) asing itu.
IV. STRATEGI PENANGGULANGAN ILLEGAL FISHING
Disadari
bahwa persoalan illegal fishing ini merupakan persoalan multi-actors
dalam konteks melibatkan banyak pihak (masyarakat nelayan, pemerintah dan
pelaku perikanan); multi-level karena melibatkan juga aktor
global (asing) khususnya yang terkait dengan konflik fishing
ground, kerjasama multi-lateral di level sub-regional maupun
regional; dan multi-mode khususnya yang terkait dengan regulasi peraturan, law
enforcement, hingga penyediaan fasilitas, dan prasarana
pengawasan. Dengan mempertimbangkan efek ganda yang ditimbulkan dari
persoalan illegal fishing seperti yang telah diuraikan sebelumnya,
pemerintah harus melaksanakan dua strategi secara simultan, yaitu strategi ke
dalam (internal strategy) dan strategi keluar (external
strategy).
Strategi
ke dalam terdiri dari empat strategi, yaitu :
1.
Penyempurnaan sistem dan mekanisme perizinan
perikanan tangkap. Jumlah kapal penangkapan ikan yang diizinkan beroperasi di
suatu daerah penangkapan ikan tidak melebihi jumlah hasil tangkapan yang
diperbolehkan (80% MSY) agar usaha perikanan tangkap dapat berlangsung secara
menguntungkan dan lestari. Strategi ini sudah cukup berhasil diterapkan oleh
Menteri Kelautan dan Perikanan dalam hal ini Ibu Susi Pudjiastuti melalui moratorium perizinan kapal GT. 30 terutama
eks. Kapal asing.
2.
Pengembangan dan penguatan kamampuan
pengawasan (penegakan hukum) dilaut. Pengembangan dan penguatan kamampuan
pengawasan dapat dilakukan melalui beberapa hal yaitu (a) pemberlakuan
sistem MCS (Monitoring, Control and Surveillance)
di mana salah satunya adalah dengan menggunakan VMS (Vessel
Monitoring Systems) seperti yang direkomendasikan pula oleh
FAO. Secara sederhana sistem ini terdiri dari sistem basis data yang
berbasis pada sistem informasi geografis (SIG), sehingga operator VMS dapat
memantau seluruh posisi kapal di wilayah perairan tertentu. Dengan demikian
keberadaan kapal penangkap ikan asing dapat segera diidentifikasi untuk dapat
diambil tindakan selanjutnya. Australia merupakan salah satu negara yang
sukses menggunakan sistem ini guna menanggulangi upaya pencurian ikan sehingga
di negara tersebut kejadian pencurian ikan di wilayah AFZ (Australian
Fishing Zone) berkurang drastis dalam dekade terakhir (Davis,
2000).
3.
Pembenahan sistem hukum dan peradilan
perikanan. Lemahnya produk hukum serta rendah mental penegak hukum dilaut
merupakan masalah utama dalam penanganan illegal fishing di Indonesia. Akan
tetapi dengan disahkannya UU perikanan No 31 tahun 2004 Jo UU No. 45/2009 maka diharapkan
penegakan hukum di laut dapat dilakukan. Dalam UU perikanan ini sanksi yang
diberikan terhadap pelaku illegal fishing cukup berat.
4. Penguatan (moderenisasi) armada perikanan
tangkap nasional. Salah satu penyebab maraknya praktek illegal
fishing di ZEEI adalah sedikitnya armada kapal ikan Indonesia yang
beroperasi di daerah ZEEI dikarenakan kemampuan armada kapalnya yang rendah
(kemampuan jangkauan pendek dan waktu berlayar singkat). Hal ini menyebabkan
para nelayan asing dengan leluasa menangkap ikan di wilaya ZEEI. Dengan kata
lain, kita harus menjadikan nelayan kita sebagai tuan rumah di lautnya sendiri.
Sedangkan Strategi Keluar (external
strategy) terkait dengan pentingnya kerjasama regional maupun
international khususnya yang terkait dengan negara tetangga. Dengan
meningkatkan peran ini ada 2 manfaat sekaligus yang diperoleh. Yaitu :
1. Indonesia dapat meminta
negara lain untuk memberlakukan sangsi bagi kapal yang menangkap ikan secara
ilegal di perairan Indonesia seperti yang diuraikan di atas. Dengan
menerapkan kebijakan anti IUU fishing secara regional, upaya
pencurian ikan oleh kapal asing dapat ditekan serendah mungkin. Hal ini
misalnya telah dilakukan dalam bentuk Joint Commission Sub Committee of Fisheries
Cooperation antara Indonesia dengan Thailand dan Filipina guna
membahas isu-isu perikanan dan delimitasi batas ZEE antar negara.
Kerjasama ini juga dapat diterapkan dalam konteks untuk menekan biaya
operasional MCS sehingga Joint Operation untuk VMS
misalnya dapat dilakukan.
2.
Dengan bergabungnya Indonesia ke dalam organisasi perikanan internasional, maka
secara tidak langsung Indonesia telah menghentikan praktek “non-member
fishing” yang dilakukan sehingga produk perikanan Indonesia relatif
dapat ‘diterima’ oleh pasar internasional. Pada masa lalu, keengganan
pemerintah Indonesia bergabung ke dalam organisasi perikanan
regional/internasional lebih disebabkan oleh adanya kewajiban membayar member fee.
Namun di saat kecenderungan global akan pentingnya memberantas praktek IUU fishing
ini terus meningkat, upaya pencegahan melalui organisasi internasional ini
tetap perlu dilakukan secara gradual.
V. KESIMPULAN
1. Illegal Fishing merupakan salah satu
kegiatan penangkapan ikan ilegal yang disebabkan oleh banyak faktor diantaranya
terjadinya Overfishing di negara – negara tetangga sehingga mereka cenderung
mencari wilayah baru untuk fishing ground, masih lemahnya pengawasan dan
penegakan hukum dilaut yang disebabkan oleh masih kurangnya sumberdaya yang dimiliki baik personil maupun
fasilitas, serta lemahnya putusan pengadilan terhadap para pelaku ilegal
fishing sehingga tidak menimbulkan efek jera.
2.
Strategi Penanggulangan ilegal fishing dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu Strategi
ke dalam (Internal Strategy) melalui perbaikan SDM dan Sarpras serta
penegakan hukum dan strategi keluar (Eksternal
Strategy) melalui hubungan kerjasama luar negeri.
DAFTAR PUSTAKA
Dahuri.,
Rokhmin, 2012. Anatomi Permasalahan Illegal
Fishing dan Solusinya. Suara Kompas 7 Juni 2012.