Selasa, 24 Januari 2017

EKSPLOITASI IKAN YANG BERLEBIH (OVER FISHING)

Oleh : Budi Santoso, S.St.Pi


Eksploitasi/ Penangkapan ikan berlebih (Over Fishing) adalah salah satu bentuk eksploitasi berlebihan terhadap populasi ikan hingga mencapai tingkat yang membahayakan. Hilangnya sumber daya alam, laju pertumbuhan populasi yang lambat, dan tingkat biomasa yang rendah merupakan hasil dari penangkapan ikan berlebih, dan hal tersebut telah dicontohkan dari perburuan  yang belebihan dan mengganggu ekosistem laut secara keseluruhan. Kemampuan usaha perikanan menuju kepulihan dari jatuhnya hasil tangkapan akibat hal ini tergantung pada kelentingan ekosistem ikan terhadap turunnya populasi. Perubahan komposisi spesies di dalam suatu ekosistem dapat terjadi pasca penangkapan ikan berlebih di mana energi pada ekosistem mengalir ke spesies yang tidak ditangkap. Dampak penangkapan ikan berlebih secara tidak langsung adalah mengurangi pendapatan nelayan sehingga sebagian beralih profesi. Di Laut China Timur, nelayan beralih profesi dari perikanan tangkap ke budidaya perairan, pemrosesan ikan, dan wisata bahari setelah hasil tangkapan lokal menurun.

Kerusakan berdasarkan populasi ikan

Umumnya ikan ditangkap ketika sudah mencapai ukuran tubuh tertentu, dan ikan berukuran kecil tidak tertangkap oleh jaring atau dilepaskan oleh nelayan. Ikan yang ditangkap berlebih berdasarkan ukuran tubuh akan menyebabkan ikan yang tersisa di populasi merupakan ikan berusia muda yang masih jauh dari tahap kematangan seksual sehingga sulit bagi populasi untuk mengembalikan populasi. Hal ini akan menjadikan tangkapan berikutnya menjadi lebih sedikit, sehingga peraturan dilonggarkan untuk menjaga pendapatan nelayan.

Kerusakan berdasarkan ekosistem

Penurunan populasi terjadi ketika penangkapan ikan berlebih mempengaruhi keseimbangan ekosistem misal dengan menghabisi satu tingkatan trofik tertentu sehingga tingkatan trofik di atasnya tidak mendapatkan mangsa. Contoh lainnya adalah penangkapan ikan tuna berlebih yang menyebabkan populasi ikan kecil seperti ikan teri mengalami peningkatan.

Mitigasi

Konvensi PBB tentang hukum laut berkaitan erat dengan aspek penangkapan ikan berlebih.
  • Pasal 61 mewajibkan negara pemilik garis pantai untuk mempertahankan sumber daya alam di dalam ruang lingkup ZEE mereka untuk menjauhkannya dari status terancam dan tereksploitas berlebihan.
  • Pasal 62 mengizinkan negara pemilik garis pantai untuk mendayagunakan secara optimum sumber daya alam di ZEE tanpa melanggar pasal 61.
  • Pasal 65 mengizinkan negara pemilik garis pantai untuk melarang, membatasi, atau mengatur eksploitasi hewan laut.
Berdasarkan beberapa pengamat, penangkapan ikan berlebih dapat dipandang sebagai tragedi kebersamaan  (tragedy of commons), yaitu sebuah konsep di mana kepemilikan bersama justru menimbulkan kerugian bagi semua. Dalam hal ini, kepemilikan bersama adalah sumber daya perairan. Melalui kepemilikan perseorangan, seperti privatisasi sumber daya perairan dan budidaya ikan, menurut mereka, dapat menjadi solusi. Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap populasi ikan halibut  di British Columbia memperlihatkan dampak positif setelah sebagian dari sumber daya perairan di sana diprivatisasi. Solusi lainnya adalah kuota penangkapan ikan yang diberlakukan di mana nelayan hanya diizinkan untuk melabuhkan sejumlah ikan. Kemungkinan lainnya adalah menerapkan "kawasan dilarang masuk", di mana pada kawasan tersebut tidak boleh ada aktivitas penangkapan ikan komersil dan pelayaran sipil. Penerapan larangan masuk ini dapat berlangsung dalam batas waktu yang tidak ditentukan atau hanya diterapkan pada waktu tertentu saja, misal pada saat ikan berkembang biak.

Budi daya ikan

Di tahun 2009, peneliti di Australia berhasil untuk pertama kalinya membiakkan tuna sirip biru di tangki tertutup dan membuka jalan untuk budi daya ikan tuna menggantikan penangkapan tuna di laut bebas.[13]

Penghapusan subsidi

Beberapa peneliti memaparkan bahwa subsidi yang dibayarkan kepada beberapa negara ke pelaku penangkapan ikan komersial laut dalam tidak diatur dengan ketat. Subsidi terutama diberikan pada bahan bakar dan kepemilikan teknologi penangkapan ikan seperti kapal penangkap ikan, jaring ikan ukuran besar dengan mesin penarik, pukat harimau, dan sebagainya. Akibatnya ikan laut dalam yang berumur panjang yang membutuhkan waktu lama untuk mencapai usia kematangan seksual mengalami penurunan populasi. Ekosistem terumbu karang laut dalam yang membutuhkan waktu ratusan tahun untuk berkembang bisa rusak dengan mudah karena jaring yang ditarik di dasar laut.[14]
Ilmuwan Daniel Pauly dan Ussif Rashid Sumaila telah meneliti subsidi pada kapal pukat laut dalam di berbagai negara. Sekitar 152 juta USD per tahun dikeluarkan dan sebagian besar untuk bahan bakar kapal berukuran besar tersebut. Dinyatakan bahwa subsidi ini merupakan pemborosan karena membutuhkan energi yang sangat besar untuk menarik jaring di laut dalam.[14]

Kesadaran konsumen

Berbagai lembaga swadaya masyarakat seperti Marine Stewardship Council melakukan pelabelan terhadap hasil laut yang ditangkap atau dibudidayakan secara lestari sehingga konsumen dapat memilih hasil laut yang tidak ditangkap secara berlebihan. Lembaga lainnya yang melakukan hal serupa yaitu Friend of the Sea dan Seafood Choices Alliance. Monterey Bay Aquarium membuat program Seafood Watch, dan NOAA membuat program serupa untuk membantu konsumen memilih produk.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar