Oleh : Budi Santoso, S.St.Pi
Penerapan larangan transhipment di laut bagi kapal-kapal perikanan tentunya membawa dampak bagi pelaku usaha perikanan Indonesia antara lain :
Dampak Positif :
- Target devisa dari ekspor hasil perikanan tahun 2014 mencapai US$ 5,1 milyar dibandingkan tahun 2013 sebesar US$ 4,2 Milyar. US$ 1,65 milyar diantaranya (39%) berasal dari ekspor udang (beritasatu, 2015).
- Pertumbuhan produk domestik bruto di sektor perikanan pada kuartal I 2015 sebesar 8,64 persen, diatas pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,71 persen (BPS dalam tempo.co. 2015b). Pertumbuhan sektor perikanan disumbang oleh aturan moratorium eks kapal asing yang diberlakukan sejak 3 November 2014, larangan transhipment di laut, serta larangan penggunaan alat tangkap tak ramah lingkungan.
- Kebijakan larangan transhipment dan juga kebijakan moratorium telah menyelamatkan nelayan lokal karena hasil tangkapan menjadi meningkat (jokowinomics.com, 2015).
- Akibat naiknya tangkapan nelayan lokal, harga ikan di dalam negeri bisa turun 5-10% sehingga konsumsi ikan penduduk Indonesia per kapita menjadi 35 kg per kapita per tahun. Indikator penurunan harga (deflasi) hasil laut di dalam negeri itu dilihat dari dua komoditas yaitu adalah bandeng dan kembung, karena kedua ikan itulah yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat kita. (finance.detik.com, 2015 dan BPS dalam tempo.co, 2015b)
- Kebijakan larangan transhipment dan moratorium, dapat menekan impor bahan bakar minyak yang turun hingga 30 persen karena kapal-kapal ilegal yang mencuri ikan di perairan Indonesia berkurang. Selama ini kapal-kapal itu melakukan ilegal fishing dengan memakai BBM Indonesia (tempo.co. 2015b))
Namun di sisi lain, sejak diterapkannya larangan transhipment kebijakan baru ini banyak kelompok-kelompok kepentingan (interest group) yang mengeluh dan melakukan protes kepada pemerintah karena, kebijakan juga menimbulkan kerugian, antara lain:
- Larangan transhipment melemahkan ekspor hasil Perikanan Indonesia (terutama dalam jangka pendek) karena banyak kapal angkut ikan tidak bisa beroperasi, sehingga kapal-kapal angkut yang beroperasi sulit mendaratkan ikan dalam kondisi segar.
- Akibat dari hal diatas, industri perikanan Indonesia mengalami kekurangan bahan baku. Sehingga, momentum untuk meraup keuntungan besar dari ekspor tidak bisa dimanfaatkan. Ekspor perikanan pada kuartal I 2015 turun 16,5 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sedangkan nilai ekspor perikanan turun 9 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Berdasarkan data dari KKP, volume ekspor kuartal I 2015 ini tercatat 245.084,9 ton, sedangkan di periode yang sama tahun lalu sebesar 293.6244,4 ton. Pada sisi nilai, ekspor perikanan kuartal I 2015 ini sebesar US$ 969 juta, sedangkan pada periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 1,068 miliar. (BPS dalam tempo.co, 2015)
- Kebijakan larangan transhipment membuat biaya operasional kapal naik karena harus melakukan bongkar muat di pelabuhan (jokowinomics, 2015.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar