Oleh :
Budi
Santoso, S.St.Pi
I.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Destructive Fishing merupakan salah
satu fenomena penangkapan ikan yang masih dilakukan oleh nelayan yang memiliki
tingkat pendidikan rendah dan tinggal di pulau – pulau terpencil yang jauh dari
pengawasan hukum, seperti di pulau wawonii atau perairan laonti di Sulawesi
Tenggara. Keinginan untuk memperoleh hasil produksi ikan yang tinggi dengan
upaya yang tidak terlalu berat memicu terjadinya praktek penangkapan ikan
ilegal ini. Hal ini didukung pula dengan tingkat peredaran bahan pembuat bom
dan racun yang mudah diperoleh oleh para
pelaku. Oleh karena itu dengan mengenal lebih jauh lagi mengenai bentuk –
bentuk destructive fishing dan akibat yang ditimbulkannya diharapkan dapat
menggugah nurani banyak pihak untuk ikut bersama – bersama menghentikan praktek
penangkapan ikan ilegal ini dan membantu dalam proses penyuluhan dan
sosialisasi khususnya di daerah – daerah yang masih menerapkan hal ini.
2. Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah yang digunakan dalam makalah ini adalah :
Apa saja bentuk - bentuk Destructive
Fishing dan dampak apa saja yang ditimbulkan
terhadap ekosistem perairan ?.
II. KAJIAN
TEORI
Menurut Rokhmin Dahuri (2005), salah satu faktor penyebab
deplesi sumberdaya perikanan laut adalah kegiatan penangkapan ikan dengan
menggunakan alat tangkap yang sifatnya destruktif. Penggunaan alat tangkap yang
tidak ramah lingkungan ini pada dasarnya merupakan kegiatan penangkapan ikan
yang tidak legal. Penggunaan bom, racun, pukat harimau, dan alat tangkap
lainnya yang tidak selektif, menyebabkan terancamnya kelestarian sumberdaya
hayati laut, akibat kerusakan habitat biota laut dan kematian sumberdaya
ikan.
Degradasi ekosistem terumbu karang secara umum disebabkan
oleh dua faktor, yaitu faktor alami (autogenic
causes) seperti bencana alam dan aktivitas manusia (antrophogenic causes, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Beberapa aktivitas manusia di darat seperti pertanian yang menggunakan pupuk
organik, anorganik dan pestisida dapat mempengaruhi kehidupan organisme yang
hidup dalam ekosistem ini karena sebagian dari bahan-bahan tersebut hanyut ke
laut melalui aktivitas run-off
Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa Destructive
Fishing merupakan kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh manusia secara ilegal
dan mengakibatkan kerusakan terhadap ekosistem lingkungan perairan.
III. BENTUK
– BENTUK DESTRUCTIVE FISHING DAN DAMPAKNYA TERHADAP EKOSISTEM PERAIRAN
1.
Destructive Fishing dengan menggunakan
bahan peledak (Bom)
Penggunaan bahan peledak seperti bom
dapat memusnahkan biota dan merusak lingkungan, penggunaan bahan peledak
dalam penangkapan ikan di sekitar daerah terumbu karang menimbulkan efek
samping yang sangat besar. Selain rusaknya terumbu karang yang ada di sekitar
lokasi peledakan, juga dapat menyebabkan kematian biota lain yang bukan
merupakan sasaran penangkapan. Oleh sebab itu, penggunaan bahan peledak berpotensi
menimbulkan kerusakan yang luas terhadap ekosistem terumbu karang. Penangkapan
ikan dengan cara menggunakan bom, mengakibatkan biota laut seperti karang
menjadi patah, terbelah, berserakan dan hancur menjadi pasir dan
meninggalkan bekas lubang pada terumbu karang. Indikatornya adalah karang
patah, terbelah, tersebar berserakan dan hancur menjadi pasir, meninggalkan
bekas lubang pada terumbu karang.
Penggunaan Bom juga dapat
mengakibatkan bahaya bagi orang yang melakukannya, telah banyak kejadian yang
menimpa pelaku pemboman akibat keterlambatan dalam melemparkan bom tersebut
sehingga meledak dengan sendirinya di tangan pelaku.
Bahan beracun
yang sering dipergunakan dalam penangkapan ikan, seperti sodium atau potassium
sianida. Penangkapan dengan cara ini dapat menyebabkan kepunahan jenis-jenis
ikan karang, misalnya ikan hias, kerapu (tpinephelus spp.), dan ikan napoleon
(Chelinus). Racun tersebut dapat menyebabkan ikan besar dan kecil menjadi "mabuk"
dan mati. Disamping mematikan ikan-ikan yang ada, sisa racun dapat
menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan terumbu karang, yang ditandai dengan
perubahan warna karang yang berwarna warni menjadi putih yang lama kelamaan
karang menjadi mati. Indikatornya adalah karang mati, memutih, meninggalkan
bekas karang yang banyak akibat pengambilan ikan di balik karang.
secara umum
terutama pada daerah-daerah yang mempunyai jumlah terumbu karang yang cukup
tinggi, karena kebanyakan ikan-ikan dasar bersembunyi atau melakukan pembiakan
pada lubang-lubang terumbu karang. Sedang pelaku pembius memasukkan/
menyemprotkan obat kedalam lubang dan setelah beberapa lama kemudian ikan
mengalami stress kemudian pingsan dan mati, sehingga mereka dengan muda
mengambil ikan.
3. Destructive
Fishing dengan Trawl (Pukat Hariamau).
Pukat harimau
(trawl) merupakan salah satu alat penangkap ikan yang digunakan oleh nelayan.
Alat ini berupa jaring dengan ukuran yang sangat besar, memilki lubang jaring
yang sangat rapat sehingga berbagai jenis ikan mulai dari ikan berukuran kecil
sampai dengan ikan yang berukuran besar dapat tertangkap dengan menggunakan
jaring tersebut. Cara kerjanya alat tangkap ditarik oleh kapal yang mana
menyapu ke dasar perairan. akibat penggunaan pukat harimau secara terus menerus
menyebabkan kepunahan terhadap berbagai jenis sumber daya perikanan seperti
yang terjadi di perairan Bagan Siapi-Api Provinsi Sumatera Utara dan di Selat
Tiworo Provinsi Sulawesi Tenggara.
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari
makalah ini adalah :
1. Destructive Fishing merupakan salah
satu praktek penangkapan ikan yang ilegal dan merusak lingkungan ekosistem
perairan laut, bentuk – bentuk praktek Destructive fishing seperti penggunaan
bahan peledak (Bom), Pembiusan dengan menggunakan racun sianida, dan juga
penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti trawl harus segera
dihentikan oleh siapa saja yang peduli terhadap kelestarian sumberdaya laut.
2. Secara umum,
maraknya Destructive Fishing disebabkan
oleh beberapa faktor ; (1) Rentang kendali dan luasnya wilayah pengawasan tidak
seimbang dengan kemampuan tenaga pengawas yang ada saat ini (2) Terbatasnya
sarana dan armada pengawasan di laut (3) Lemahnya kemampuan SDM Nelayan
Indonesia dan banyaknya kalangan pengusaha bermental pemburu rente ekonomi (4)
Masih lemahnya penegakan hukum (5) Masih
lemahnya koordinasi dan komitmen antar aparat penegak hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar