Oleh : Budi Santoso, S.St.Pi
Sebagai salah satu negara kepulauan
terbesar, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam hayati yang sangat
potensial. Salah satu kekayaan tersebut yakni terumbu karang. Sebagai ekosistem
yang khas dan terletak di daerah tropis, ekosistem terumbu karang memiliki
produktivitas yang cukup tinggi sehingga keanekaragaman biota yang ada di
dalamnya cukup besar. Misalnya, karang batu (scleractinian coral) sebagai
komponen utama penyusun terumbu memiliki distribusi spesies tertinggi.
Sekurang-kurangnya ada 590 spesies (sembilan di antaranya spesies baru) dari
793 spesies yang diketahui di dunia.
Beberapa
peran penting ekosistem terumbu karang dapat dilihat dari segi estetika,
sebagai pelindung fisik dan sebagai produk yang menghasilkan nilai ekonomi.
Dari segi estetika, tidak dapat dimungkiri ekosistem terumbu karang menampilkan
pemandangan yang sangat indah, sehingga sering juga disebut oleh para wisatawan
sebagai surga bawah laut. Sebagai pelindung fisik terhadap pantai. Kerusakan
terumbu karang akan mengurangi kemampuan karang untuk berperan dalam memberikan
perlindungan terhadap pantai dari ancaman ombak besar.
Sebagai
sumber ekonomi, ekositem tersebut menghasilkan berbagai jenis ikan karang,
udang karang, alga, tripang, kerang mutiara, dan memberikan tempat perlindungan
dan tempat berkembang biak bagi berbagai ekosistem karang. Terumbu karang
memiliki peran utama sebagai habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan
(feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), dan tempat
pemijahan (spawning ground) bagi berbagai jenis biota laut yang hidup di
terumbu karang. Dengan demikian ekositem ini secara tidak langsung berhubungan
dengan tingkat mata pencaharian masyarakat nelayan.
Dalam
buku Koordinasi Pemasangan dan Pengelolaan Terumbu Karang terbitan Mitra Praja
Utama 2005, luas terumbu karang Indonesia adalah 42.000 km2 atau 16,5 persen
dari luas terumbu karang dunia yang mencapai 255.300 km2. Indonesia menduduki
peringkat terluas kedua di dunia setelah Australia yang memiliki luas terumbu
karang 48.000 km2. Ironisnya, kondisi umum terumbu karang di Indonesia hampir
41 persen mengalami kerusakan berat, 29 persen rusak sedang, 23 persen kondisi
baik, dan hanya 7 persen dalam kondisi sangat baik. Data ini diperkuat juga
oleh survei terakhir Coremap (Coral Reef Rehabilition and Management Program)
bersama instansi terkait termasuk perguruan tinggi diketahui bahwa 70 persen
terumbu karang di Indonesia dalam keadaan rusak (Dwi 2007).
Beberapa
penyebab terjadinya kerusakan terumbu karang diantaranya disebabkan oleh ulah
manusia, yakni penangkapan ikan dengan cara yang merusak seperti penggunaan
dinamit sebagai alat pengebom, penggunaan sianida sebagai racun dan jaring
penangkap ikan yang sifatnya merusak. Pemanasan global menyebabkan coral bleaching
(pemutihan karang). Pengambilan terumbu karang yang digunakan untuk bangunan
rumah, hiasan atau pajangan dan masih banyak pengalihan fungsi terumbu karang
yang hanya untuk peningkatan ekonomi pribadi dan sifatnya tidak konservatif.
Dalam memulihkan kondisi terumbu karang secara normal dibutuhkan waktu yang
sangat lama. Namun saat ini telah dikenal banyak metode, salah satunya adalah
metode transplantasi karang.
Transplantasi
karang merupakan salah satu upaya rehabilitasi terumbu karang melalui pencangkokan
atau pemotongan karang hidup yang selanjutnya ditanam di tempat lain yang
mengalami kerusakan atau menciptakan habitat yang baru pada lahan yang kosong.
Manfaat dari transplantasi karang adalah mempercepat regenerasi terumbu karang
yang telah rusak, rehabilitasi lahan-lahan kosong atau yang rusak sehingga
dapat mendukung ketersediaan jumlah populasi ikan karang di alam, menciptakan
komunitas baru, konservasi plasma nutfah, pengembangan populasi karang yang
memiliki nilai ekonomis tinggi dan keperluan perdagangan.
Secara
sederhana teknik transplantasi mencakup tahapan berikut. Pertama, pengambilan
bibit koloni karang, Pengambilan bibit koloni karang sebaiknya dilakukan di
daerah lain yang memiliki kedalaman yang sama dengan lokasi transplantasi.
Kedua, pengikatan bibit koloni karang ke substrat. Substrat pengikatan karang
dapat berupa gerabah atau semen. Ketiga, Penenggelaman transplantasi karang dan
rangka (bila ada). Keempat perawatan, dilakukan untuk memantau tingkat stres
dan kelangsungan hidup karang transplantasi.
Saat
ini, teknik transplantasi karang juga telah dikembangkan lebih jauh untuk
mendukung pemanfaatan yang berkelanjutan. Selain untuk pemanfaatan terumbu
karang secara lestari (perdagangan karang hias), juga guna mengembangkan wisata
bahari misalnya rnembuat lokasi penyelaman (dive spot) menjadi lebih indah dan
menarik sehingga dapat mendorong kenaikan jumlah wisatawan ataupun untuk
menunjang kegiatan kegiatan penelitian
Perbedaan
dari setiap kegiatan transplantasi terutama terletak pada jenis bibit yang
dipakai. Jenis bibit yang dipakai untuk transplantasi perdagangan karang hias
dipilih dari jenis-jenis karang yang masuk dalam daftar perdagangan karang
hias. Untuk wisata bahari, jenis bibit yang dipakai berasal dari jenis-jenis
yang memiliki penampilan warna dan bentuk yang indah serta aman disentuh (tidak
menimbulkan gatal atau luka).
Untuk
pemulihan kembali lokasi terumbu karang yang telah rusak/rehabilitasi karang,
jenis bibit yang dipakai dipilih dari jenis-jenis yang terancam punah di lokasi
tersebut, pernah hidup di lokasi tersebut, dan tersedia sumber bibit yang
memadai. Kegiatan transplantasi karang yang ditujukan untuk menunjang kegiatan
kegiatan penelitian, sumber bibitnya disesuaikan dengan jenis-jenis karang yang
akan diteliti.
Inilah
salah satu upaya dalam penyelamatan ekosistem terumbu karang, walapun dalam
perjalannya sudah banyak dikembangkan dengan teknik lain dan dengan berbagai
tujuan pula. Akan tetapi, berhasil tidaknya program rehabilitasi terumbu karang
melalui metode transplantasi juga tidak terlepas dari kesadaran masyarakat akan
pentingnya fungsi ekositem ini baik secara biologi, ekonomi, dan fisik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar