Oleh : Budi Santoso, S.St.Pi
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang
garis pantai lebih dari 95.000 km dan memiliki lebih dari 17.000 pulau
yang dikelilingi oleh terumbu karang. Diperkirakan sekitar 51% terumbu
karang di Asia Tenggara dan 18% dari terumbu karang di dunia berada di
Indonesia. Sebagian besar dari terumbu karang ini bertipe terumbu karang
tepi (fringing reef), berdekatan dengan garis pantai dan mudah
dijangkau oleh masyarakat sekitar. Indonesia juga memiliki
keanekaragaman hayati kelautan tertinggi di dunia.
Ketergantungan yang tinggi negara-negara Asia Tenggara khususnya
Indonesia terhadap sumber daya laut menyebabkan nelayan ingin menagkap
ikan dalam jumlah banyak melalui cara yang mudah yaitu dengan cara
merusak (destructive fishing). Beberapa praktek penangkapan ikan dengan cara merusak antara lain penggunaan pukat harimau (trawl), penggunaan bom (dynamite fishing), dan penggunaan racun potas (cyanide fishing). Penggunaan dynamite dan cyanide fishing
selain dapat menghabiskan populasi ikan, juga mengakibatkan kerusakan
ekosistem di sekitarnya (terumbu karang) dan membahayakan keselamatan
nelayan. Aktivitas destructive fishing ini mengancam 88% terumbu karang Asia Tenggara.
Salah satu contoh kasusnya yaitu di Kepulauan Seribu. Kepulauan
Seribu yang terletak di sebelah utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa
Jakarta memiliki 110 buah pulau. Kepulauan Seribu terkenal dengan
keindahan terumbu karang dan ikan-ikannya. Hal ini tentu saja menarik
perhatian komunitas sekitar untuk menangkap ikan-ikan cantik itu dan
menjualnya di Jakarta. Pencari ikan hias menyelam di sekitar
terumbu-terumbu karang untuk mencari ikan hias (biasanya jenis anemone).
Untuk menangkap anemone, mereka menyemprotkan potas yang disimpan dalam
botol aqua ke anemone yang berada di terumbu karang.
Bagaimanakah pengaruh potas dalam kerusakan terumbu karang? Dalam air
laut, potas akan terurai menjadi sodium dan ion potassium. Pada
manusia, potas dapat menghentikan transportasi haemoglobin, begitu pula
pada ikan. Bila air di sekitar ikan tecemar oleh potas, maka suplai
oksigen pada ikan semakin berkurang dan menyebabkan ikan tersebut
pingsan. Sehingga tidak berapa lama mereka kembali menyelam, dan
tinggal memunguti ikan ikan hias yang pingsan. Penyemprotan potas
berulang kali pada terumbu karang juga mengakibatkan terjadinya
pemutihan dan kematian terumbu karang. Setiap penyemprotan potas akan
menjangkau area terumbu karang seluas 4 x 4 meter. Lama-kelamaan terumbu
karang akan mati. Tak ada ikan lagi, karena ikan ikan membutuhkan
terumbu karang sebagai rumah dan habitatnya.
Kasus lainnya berada di Teluk Kiluan, Lampung yang terletak di titik
pertemuan antara arus Samudra Hindia dengan perairan Selat Sunda. Pada
bulan Februari-April 2009, marak terjadi penangkapan lobster menggunakan
bom ikan dan potas di Teluk Kiluan. Kapal pengebom ikan beroperasi
dengan cara berhenti di depan perairan Teluk Kiluan. Dari kapal besar,
nakhoda kapal akan menurunkan perahu jukung yang berisi pendayung,
pencari ikan, dan pengebom ikan. Ketika sumber ikan sudah ditemukan,
pengebom akan turun menyelam dan mengebom terumbu karang sehingga ikan
dan terumbu karang mati. Ikan yang biasanya dicari adalah ikan kerapu
dan simba. Potas digunakan untuk menangkap lobster. Potas disemprotkan
ke lubang-lubang pada terumbu karang tempat lobster tinggal. Akibat
kegiatan menggunakan bom ikan, wilayah terumbu karang di perairan Teluk
Kiluan rusak. Wilayah terumbu karang di perairan Teluk Kiluan
diperkirakan seluas lima hektar. Sekitar separuhnya kini rusak akibat
kegiatan pengeboman ikan.
Di Sulawesi Selatan, kerusakan terumbu karang akibat bom ikan juga
terjadi. Saat ini, sekitar 55% terumbu karang di Sulawesi Selatan telah
rusak akibat bom ikan. Cara penangkapan ikan seperti ini telah merusak
ekosistem yang ada di bawah permukaan laut, termasuk terumbu karang
Taman Nasional Takabonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi
Selatan. Taman laut Takabonerate merupakan taman laut ketiga terindah di
dunia yang memperoleh piagam penghargaan dunia pada pertemuan
Internasional Kelautan (World Ocean Conference) di Manado,
Sulut, 11 – 15 Mei 2009. Tidak hanya terumbu karangnya yang rusak,
melainkan jutaan spesies biota laut yang unik bisa terancam akibat
pemboman ikan ilegal itu.
Bom ikan biasanya terbuat dari potassium nitrate, batu kerikil, dan
minyak tanah yang dimasukkan dalam botol-botol mulai botol minuman
suplemen, botol bir, dan botol minuman keras. Berat setiap botol kurang
lebih setengah hingga dua kilogram. Setiap botol bom ini memiliki
spesifikasi berbeda-beda. Botol bom yang terbuat dari minuman suplemen
umumnya digunakan mengebom ikan dalam jumlah yang kecil mulai 1–5
kuintal ikan. Sedangkan botol bom yang terbuat dari botol bir dipakai
untuk mengebom ikan dalam jumlah yang besar hingga berton-ton. Satu bom
seukuran botol minuman suplemen mampu mematikan ikan hingga radius 15
meter dari titik pengeboman sedangkan yang seukuran botol bir radiusnya
50 meter dari titik pengeboman.
Dengan banyaknya penangkapan ikan dengan cara merusak, terumbu karang
yang kondisinya menurun akan kehilangan nilai karena menjadi kurang
produktif. Suatu terumbu karang yang sehat dapat menghasilkan hasil
perikanan rata-rata 20 ton per tahun. Hasil suatu terumbu karang yang
rusak akibat destructive fishing hanya 5 ton per tahun.
Meskipun hanya sebagian yang rusak, terumbu karang tidak dapat pulih ke
tingkat produktivitas tinggi. Terumbu karang yang telah dibom hanya
memberikan keuntungan kecil sementara bagi pengebom ikan, namun
memberikan kerugian besar yang berjangka panjang bagi masyarakat
Indonesia.
Terumbu karang Indonesia adalah suatu dasar bagi struktur ekonomi dan
sosial di kawasan ini, namun keadaannya dalam kondisi sangat terancam.
Untuk mengelola terumbu karang dibutuhkan implementasi rencana
pengelolaan yang menggabungkan koleksi data dasar status terumbu karang,
hasil pemantauan yang terus menerus, strategi implementasi, dan
pengelolaan yang adaptif. Karena setiap lokasi berbeda, maka strategi
yang berskala luas mungkin saja dibutuhkan untuk mengelola sumberdaya
secara lebih baik. Pengelolaan yang efektif akan membutuhkan sumber daya
manusia yang berkualitas serta dukungan pendanaan. Karena banyak
tekanan pada terumbu karang yang berakar dari masalah sosial dan
ekonomi, pengelolaan juga harus melihat aspek lain. Upaya yang perlu
ditekankan adalah pengentasan kemiskinan, mata pencaharian alternatif,
perbaikan pemerintahan, dan peningkatan kepedulian masyarakat akan nilai
terumbu karang dan perikanan serta ancaman yang dihadapi keduanya. Bila
diinformasikan dengan baik dan didanai secara tepat, pemerintah
setempat, LSM, tetua desa, dan segmen-segmen kunci industri wisata,
dapat menjadi pemelihara sumberdaya pesisir yang sukses.
Sumber : https://ayunaris.wordpress.com/2009/09/03/kerusakan-terumbu-karang-akibat-
penangkapan-ikan-dengan-cara-merusak-destructive-fishing/
penangkapan-ikan-dengan-cara-merusak-destructive-fishing/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar