Kamis, 19 Mei 2016

Kerusakan Terumbu Karang Akibat Penangkapan Ikan dengan Cara Merusak (Destructive Fishing)

Oleh : Budi Santoso, S.St.Pi

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai lebih dari 95.000 km dan memiliki lebih dari 17.000 pulau yang dikelilingi oleh terumbu karang. Diperkirakan sekitar 51% terumbu karang di Asia Tenggara dan 18% dari terumbu karang di dunia berada di Indonesia. Sebagian besar dari terumbu karang ini bertipe terumbu karang tepi (fringing reef), berdekatan dengan garis pantai dan mudah dijangkau oleh masyarakat sekitar. Indonesia juga memiliki keanekaragaman hayati kelautan tertinggi di dunia.
Ketergantungan yang tinggi negara-negara Asia Tenggara khususnya Indonesia terhadap sumber daya laut menyebabkan nelayan ingin menagkap ikan dalam jumlah banyak melalui cara yang mudah yaitu dengan cara merusak (destructive fishing). Beberapa praktek penangkapan ikan dengan cara merusak antara lain penggunaan pukat harimau (trawl), penggunaan bom (dynamite fishing), dan penggunaan racun potas (cyanide fishing). Penggunaan dynamite dan cyanide fishing selain dapat menghabiskan populasi ikan, juga mengakibatkan kerusakan ekosistem di sekitarnya (terumbu karang) dan membahayakan keselamatan nelayan. Aktivitas destructive fishing ini mengancam 88% terumbu karang Asia Tenggara.
Salah satu contoh kasusnya yaitu di Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu yang terletak di sebelah utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta memiliki 110 buah pulau. Kepulauan Seribu terkenal dengan keindahan terumbu karang dan ikan-ikannya. Hal ini tentu saja menarik perhatian komunitas sekitar untuk menangkap ikan-ikan cantik itu dan menjualnya di Jakarta. Pencari ikan hias menyelam di sekitar terumbu-terumbu karang untuk mencari ikan hias (biasanya jenis anemone). Untuk menangkap anemone, mereka menyemprotkan potas yang disimpan dalam botol aqua ke anemone yang  berada di terumbu karang.
Bagaimanakah pengaruh potas dalam kerusakan terumbu karang? Dalam air laut, potas akan terurai menjadi sodium dan ion potassium. Pada manusia, potas dapat menghentikan transportasi haemoglobin, begitu pula pada ikan. Bila air  di sekitar ikan tecemar oleh potas, maka suplai oksigen pada ikan semakin berkurang dan menyebabkan ikan tersebut pingsan.  Sehingga tidak berapa lama mereka kembali menyelam, dan tinggal memunguti ikan ikan hias yang pingsan. Penyemprotan potas berulang kali pada terumbu karang juga mengakibatkan terjadinya pemutihan dan kematian terumbu karang. Setiap penyemprotan potas akan menjangkau area terumbu karang seluas 4 x 4 meter. Lama-kelamaan terumbu karang akan mati. Tak ada ikan lagi, karena ikan ikan membutuhkan terumbu karang sebagai rumah dan habitatnya.
Kasus lainnya berada di Teluk Kiluan, Lampung yang terletak di titik pertemuan antara arus Samudra Hindia dengan perairan Selat Sunda. Pada bulan Februari-April 2009, marak terjadi penangkapan lobster menggunakan bom ikan dan potas di Teluk Kiluan. Kapal pengebom ikan beroperasi dengan cara berhenti di depan perairan Teluk Kiluan. Dari kapal besar, nakhoda kapal akan menurunkan perahu jukung yang berisi pendayung, pencari ikan, dan pengebom ikan. Ketika sumber ikan sudah ditemukan, pengebom akan turun menyelam dan mengebom terumbu karang sehingga ikan dan terumbu karang mati. Ikan yang biasanya dicari adalah ikan kerapu dan simba. Potas digunakan untuk menangkap lobster. Potas disemprotkan ke lubang-lubang pada terumbu karang tempat lobster tinggal. Akibat kegiatan menggunakan bom ikan, wilayah terumbu karang di perairan Teluk Kiluan rusak. Wilayah terumbu karang di perairan Teluk Kiluan diperkirakan seluas lima hektar. Sekitar separuhnya kini rusak akibat kegiatan pengeboman ikan.
Di Sulawesi Selatan, kerusakan terumbu karang akibat bom ikan juga terjadi. Saat ini, sekitar 55% terumbu karang di Sulawesi Selatan telah rusak akibat bom ikan. Cara penangkapan ikan seperti ini telah merusak ekosistem yang ada di bawah permukaan laut, termasuk terumbu karang Taman Nasional Takabonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Taman laut Takabonerate merupakan taman laut ketiga terindah di dunia yang memperoleh piagam penghargaan dunia pada pertemuan Internasional Kelautan (World Ocean Conference) di Manado, Sulut, 11 – 15 Mei 2009. Tidak hanya terumbu karangnya yang rusak, melainkan jutaan spesies biota laut yang unik bisa terancam akibat pemboman ikan ilegal itu.
Bom ikan biasanya terbuat dari potassium nitrate, batu kerikil, dan minyak tanah yang dimasukkan dalam botol-botol mulai botol minuman suplemen, botol bir, dan botol minuman keras. Berat setiap botol kurang lebih setengah hingga dua kilogram. Setiap botol bom ini memiliki spesifikasi berbeda-beda. Botol bom yang terbuat dari minuman suplemen umumnya digunakan mengebom ikan dalam jumlah yang kecil mulai 1–5 kuintal ikan. Sedangkan botol bom yang terbuat dari botol bir dipakai untuk mengebom ikan dalam jumlah yang besar hingga berton-ton. Satu bom seukuran botol minuman suplemen mampu mematikan ikan hingga radius 15 meter dari titik pengeboman sedangkan yang seukuran botol bir radiusnya 50 meter dari titik pengeboman.
Dengan banyaknya penangkapan ikan dengan cara merusak, terumbu karang yang kondisinya menurun akan kehilangan nilai karena menjadi kurang produktif. Suatu terumbu karang yang sehat dapat menghasilkan hasil perikanan rata-rata 20 ton per tahun. Hasil suatu terumbu karang yang rusak akibat destructive fishing hanya 5 ton per tahun. Meskipun hanya sebagian yang rusak, terumbu karang tidak dapat pulih ke tingkat produktivitas tinggi. Terumbu karang yang telah dibom hanya memberikan keuntungan kecil sementara bagi pengebom ikan, namun memberikan kerugian besar yang berjangka panjang bagi masyarakat Indonesia.
Terumbu karang Indonesia adalah suatu dasar bagi struktur ekonomi dan sosial di kawasan ini, namun keadaannya dalam kondisi sangat terancam.  Untuk mengelola terumbu karang dibutuhkan implementasi rencana pengelolaan yang menggabungkan koleksi data dasar status terumbu karang, hasil pemantauan yang terus menerus, strategi implementasi, dan pengelolaan yang adaptif. Karena setiap lokasi berbeda, maka strategi yang berskala luas mungkin saja dibutuhkan untuk mengelola sumberdaya secara lebih baik. Pengelolaan yang efektif akan membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas serta dukungan pendanaan. Karena banyak tekanan pada terumbu karang yang berakar dari masalah sosial dan ekonomi, pengelolaan juga harus melihat aspek lain. Upaya yang perlu ditekankan adalah pengentasan kemiskinan, mata pencaharian alternatif, perbaikan pemerintahan, dan peningkatan kepedulian masyarakat akan nilai terumbu karang dan perikanan serta ancaman yang dihadapi keduanya. Bila diinformasikan dengan baik dan didanai secara tepat, pemerintah setempat, LSM, tetua desa, dan segmen-segmen kunci industri wisata, dapat menjadi pemelihara sumberdaya pesisir yang sukses.


Sumber :  https://ayunaris.wordpress.com/2009/09/03/kerusakan-terumbu-karang-akibat-
                penangkapan-ikan-dengan-cara-merusak-destructive-fishing/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar