Oleh :
Budi Santoso, S.St.Pi
I. PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Jaring
trawl yang selanjutnya disingkat dengan “trawl” telah mengalami perkembangan
pesat di Indonesia sejak awal pelita I. Trawl sebenarnya sudah lama dikenal di
Indonesia sejak sebelum Perang Dunia II walaupun masih dalam bentuk (tingkat)
percobaan. Percobaan-percobaan tersebut sempat terhenti akibat pecah Perang
Dunia II dan baru dilanjutkan sesudah tahun 50-an (periode setelah proklamasi
kemerdekaan). Penggunaan jaring trawl dalam tingkat percobaan ini semula
dipelopori oleh Yayasan Perikanan Laut, suatu unit pelaksana kerja dibawah
naungan Jawatan Perikanan Pusat waktu itu. Percobaan ini semula dilakukan oleh
YPL Makassar (1952) kemudian dilanjutkan oleh YPL Surabaya.
Isu
penggunaan alat tangkap trawl telah lama dikumandangkan dan tantangan terbesar
saat ini adalah menghentikan laju kerusakan ekosistem dan degradasi sumber daya
perikanan yang sudah mencapai status tangkap lebih yang antara lain diakibatkan
oleh produktivitas penggunaan trawl.
2.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam judul makalah ini adalah apa yang dimaksud dengan alat tangkap trawl,
bagaimana bentuk kontruksi dan pegoperasiannya dan sejauh mana dampak yang
ditimbulkan bagi ekosistem perairan dalam pengoperasiannya ?
II.
KAJIAN TEORI
Kata “ trawl “ berasal dari bahasa prancis “
troler “ dari kata “ trailing “ adalah dalam bahasa inggris, mempunyai arti
yang bersamaan, dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan kata “tarik “
ataupun “mengelilingi seraya menarik “. Ada yang menterjemahkan “trawl” dengan
“jaring tarik” , tapi karena hampir semua jarring dalam operasinya mengalami
perlakuan tarik ataupun ditarik , maka selama belum ada ketentuan
resmi mengenai peristilahan dari yang berwenang maka digunakan kata” trawl”
saja.
Dari kata “ trawl” lahir kata “trawling” yang
berarti kerja melakukan operasi penangkapan ikan dengan trawl, dan kata
“trawler” yang berarti kapal yang melakukan trawling. Jadi yang dimaksud dengan
jarring trawl ( trawl net ) disini adalah suatu jaring kantong yang ditarik di
belakang kapal ( baca : kapal dalam keadaan berjalan ) menelusuri permukaan
dasar perairan untuk menangkap ikan, udang dan jenis demersal lainnya. Jarring
ini juga ada yang menyangkut sebagai “jaring tarik dasar”.
Stern trawl adalah otter trawl yang cara
operasionalnya (penurunan dan pengangkatan ) jaring dilakukan dari bagian
belakang ( buritan ) kapal atau kurang lebih demikian. Penangkapan dengan
system stern trawl dapat menggunakan baik satu jarring atau lebih.
III.
KONTSRUKSI
UMUM
Dari segi bentuk (konstruksi) trawl/cantrang ini terdiri dari bagian-bagian :
1) Kantong (Cod End)
Kantong
merupakan bagaian dari jarring yang merupakan tempat terkumpulnya hasil
tangkapan. Pada ujung kantong diikat dengan tali untuk menjaga agar hasil tangkapan
tidak mudah lolos (terlepas).
2) Badan (Body)
Merupakan
bagian terbesar dari jaring, terletak antara sayap dan kantong. Bagian ini
berfungsi untuk menghubungkan bagian sayap dan kantong untuk menampung jenis
ikan-ikan dasar dan udang sebelum masuk ke dalam kantong. Badan tediri atas
bagian-bagian kecil yang ukuran mata jaringnya berbeda-beda.
3) Sayap (Wing).
Sayap
atau kaki adalah bagian jaring yang merupakan sambungan atau perpanjangan badan
sampai tali salambar. Fungsi sayap adalah untuk menghadang dan mengarahkan ikan
supaya masuk ke dalam kantong.
4) Mulut (Mouth)
Alat
cantrang memiliki bibir atas dan bibir bawah yang berkedudukan sama. Pada mulut
jaring terdapat:
a. Pelampung (float): tujuan umum penggunan pelampung
adalah untuk memberikan daya apug pada alat tangkap cantrang yang dipasang pada
bagian tali ris atas (bibir atas jaring) sehingga mulut jaring dapat terbuka.
b. Pemberat (Sinker): dipasang pada tali ris bagian
bawah dengan tujuan agar bagian-bagian yang dipasangi pemberat ini cepat
tenggelam dan tetap berada pada posisinya (dasar perairan) walaupun mendapat
pengaruh dari arus.
c. Tali Ris Atas (Head Rope) : berfungsi sebagai tempat
mengikatkan bagian sayap jaring, badan jaring (bagian bibir atas) dan
pelampung.
d. Tali Ris Bawah (Ground Rope) : berfungsi sebagai tempat
mengikatkan bagian sayap jaring, bagian badan jaring (bagian
bibir bawah) jaring dan pemberat.
5) Tali Penarik (Warp)
Berfungsi
untuk menarik jarring selama di operasikan.
IV. JENIS-JENIS TRAWL
Alat tangkap
trawl terbagi atas beberapa jenis diantaranya sebagai berikut :
1. Berdasarkan
jumlah kapal
1). dengan
sebuah kapal
Pada jenis ini, alat tangkap trawl
dioperasikan dengan sebuah kapal yang menarik jaring trawl tanpa menggunakan
kapal tambahan.
2). Pada jenis ini alat tangkap trawl
dioperasikan oleh dua buah kapal yang berjalan beriringan dengan menarik jaring
di dasar perairan. Biasanya kapasitas jaring yang ditarik oleh dua kapal ini
memiliki kapasitas yang sangat besar sehingga memerlukan 2 buah kapal
penariknya.
2. Berdasarkan
letak jaring didalam air
Ayodhyua
pada tahun 1981 membedakan jenis-jenis Trawl berdasarkan letak jaring dalam air
menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :
1). Surface Trawl (Jaring yang dioperasikan dipermukaan air)
Jaring
ditarik dekat permukaan air (Surface Water) yang bertujuan untuk menarik ikan
dipermukaan air. Ada beberapa kendala dalam pengoperasiannya, kecepatan menarik
jaring harus lebih cepat dari kecepatan ikan berenang, oleh karena itu jenis Trawl
ini sebaiknya digunakan untuk menangkap jenis ikan yang lambat berenangnya.
2). Mid Water Trawl (jaring yang dioperasikan diantara permukaan dan
dasar perairan) Jaring ditarik pada kedalaman tertentu dengan kecepatan
tertentu secara horizontal. Untuk menjaga mulut jaring tetap terbuka, maka
kecepatan kapal harus stabil. Di Eropa dan Kanada alat ini digunakan untuk
menangkap ikan Herring sedangkan di Jepang masih dalarn taraf penetitian dan
percobaan. di dasar perairan) Jaring
ini banyak digunakan karena dapat menjaring semua jenis ikan, udang dan kerang.
Pada kenyataannya sering tertangkap ikan Demersal waktu jaring di angkat ke
atas. Karena jaring dioperasikan di dasar taut, maka pertu diperhatikan
beberapa persyaratan agar penangkapan berjalan baik tanpa merusak jaring ,
diantaranya :
- Dasar laut terdiri dari Lumpur
dan pasir atau campuran keduanya, bukan berupa karang
- Dasar laut bebas dari bangkai
kapal atau benda lain yang dapat merusak jaring.
Perbedaan dasar laut tidak
terlalu menyolok.
- Kecepatan arus pasang tidak terlalu besar
-
Keadaan cuaca tenang (tidak ada
angin topan dan gelombang besar)
-
Perairan mempunyai sumber ikan
yang banyak
3. Berdasarkan Hasil
tangkap
Pada
pegelompokan berdasarkan hasil tangkapan ini dikelompokkan menjadi 3 macam
yaitu :
1). Trawl khusus ikan, yaitu trawl yang dioperasikan
khusus menangkap ikan-ikan jenis tertentu saja dan ini biasanya sangat
merugikan dan merusak lingkungan Dan juga ikan yang
lain yang tidak diambil biasnya di jadikan sebagai penghasilan sampingan bahkan di kapal kapal trawl
tertentu ikan yang bukan merupakan komoditas yang dicari akan dibuang.
2). Trawl udang, trawl udang adalah trawl yang
diperuntukan untuk menangkap udang saja dan ikan yang didapat menjadi sampingan
bahkan ada pula yang dibuang.
3). Trawl Campuran, Pada trawl jenis ini ikan dan udang
yang didapat sama sama akan diambil dan dikemas serta di tanganai secara baik. Pada
jenis ini penangkapan ikan tidak hanya menunggu satu komuditas saja tetapi juga
melihat ikan yang memiliki harga jual tinggi, baik itu udang atau ikan.
V. TEKNIK
OPERASIONAL TRAWL ( SETTING DAN HAULING)
1. Kecepatan/lama waktu
menarik jaring
Waktu
menarik jaring ideal ideal jika jaring dapat ditarik dengan kecepatan yang
besar, tapi hal ini sukar untuk mencapainya, karena kita dihadapkan pada
beberapa hal, antara lain keadaan terbukanya mulut jaring, apakah jaring berada
di air sesuai dengan yang dimaksudkan (bentuk terbukanya), kekuatan kapal untuk
menarik (HP), ketahanan air terhadap tahanan air, resistance yang makin
membesar sehubungan dengan catch yang makin bertambah, dan lain sebagainya.
Faktor-faktor ini berhubungan antara satu dengan yang lainnya dan masing-masing
menghendaki syarat tersendiri.
Pada umumnya
jaring ditarik dengan kecepatan 3-4 knot. Kecepatan inipun berhubungan pula
dengan swemming speed dari ikan, keadaa dasar laut, arus, angin, gelombang dan
lain sebagainya, yang setelah mempertimbangkan factor-faktor ini, kecepatan
tarik ditentukan .
Lama waktu penarikan di
dasarkan kepada pengalaman-pengalaman dan factor yang perlu diperhatikan adalah
banyak sedikitnya ikan yang diduga akan tertangkap., pekerjaan di dek, jam
kerja crew, dan lain sebagainya. Pada umumnya berkisar sekitar 3-4 jam, dan
kadang kala hanya memerlukan waktu 1-2 jam.
2. Panjang Warp
faktor yang perlu
diperhatikan adalah depth,sifat dasar perairan (pasir, Lumpur), kecepatan
tarik. Biasanya panjang warp sekitar 3-4 kali depth. Pada fishing ground yang
depthnya sekitar 9M (depth minimum). Panjang warp sekitar 6-7 kali depth. Jika
dasar laut adalah Lumpur, dikuatirkan jaring akan mengeruk lumpu, maka ada
baiknya jika warp diperpendek, sebaliknya bagi dasar laut yang terdiri dari
pasir keras (kerikil ), adalah baik jika warp diperpanjang.
Pengalaman
menunjukkan bahwa pada depth yang sama dari sesuatu Fishing ground adalah lebih
baik jika kita menggunakan warp yang agak panjang, daripada menggunakan warp
yang terlalu pendek. Hal ini dapat dipikirkan sebagai berikut.bentuk warp pada
saat penarikan tidaklah akan lurus, tetapi merupakan suatu garis caternian.
Pada setiap titik –titik pada warp akan bekerja gaya- gaya berat pada warp itu
sendiri, gaya resistance dari air, gaya tarik dari kapal/ winch, gaya ke
samping dari otter boat dan gaya-gaya lainnya. Resultan dari seluruh gaya yang
complicataed ini ditularkan ke jaring (head rope and ground rope), dan dari
sini gaya-gaya ini mengenai seluruh tubuh jaring. Pada head rope bekerja gaya
resistance dari bottom yang berubah-ubah, gaya berat dari catch yang
berubah-ubah semakin membesar, dan gaya lain sebagainya.
Gaya tarik kapal
bergerak pada warp, beban kerja yang diterima kapal kadangkala menyebabkan
gerak kapal yang tidak stabil, demikian pula kapal sendiri terkena oleh
gaya-gaya luar (arus, angin, gelombang)
Kita mengharapkan
agar mulut jaring terbuka maksimal, bergerak horizontal pada dasar ataupun pada
suatu depth tertentu. Gaya tarik yang berubah-ubah, resistance yang berubah-ubah
dan lain sebagainya, menyebabkan jaring naik turun ataupun bergerak ke kanan
dan kekiri. Rentan yang diakibatkannya haruslah selalu berimbang. Warp terlalu
pendek, pada kecepatan lebih besar dari batas tertentu akan menyebabkan jaring
bergerak naik ke atas (tidak mencapai dasar), warp terlalu panjang dengan
kecepatan dibawah batas tertentu akan menyebabkan jaring mengeruk lumpur. Daya
tarik kapal (HP dari winch) diketahui terbatas, oleh sebab itulah diperoleh
suatu range dari nilai beban yang optimal. Apa yang terjadi pada saat operasi
penarikan, pada hakikatnya adalah merupakan sesuatu keseimbangan dari gaya-gaya
yang complicated jika dihitung satu demi satu.
VI.
HASIL TANGKAPAN
Yang menjadi tujuan penangkapan pada bottom
trawl adalah ikan-kan dasar (bottom fish) ataupun demersal fish.
Termasuk juga jenis-jenis udang (shrimp trawl, double ring shrimp trawl)
dan juga jenis-jenis kerang. Dikatakan untuk periran laut jawa, komposisi catch
antara lain terdiri dari jenis ikan patek, kuniran, pe, manyung, utik, ngangas,
bawal, tigawaja, gulamah, kerong-kerong, patik, sumbal, layur, remang, kembung,
cumi,kepiting, rajungan, cucut dan lain sebagainya. Catch yang dominan untuk sesuatu fish ground akan mempengaruhi skala
usaha, yang kelanjutannya akan juga menetukan besar kapal dan gear yang akan
dioperasikan
VII.
KESIMPULAN
Penerbitan
segala bentuk peraturan dalam rangka pelarangan pengoperasian alat tangkap trawl
dimulai dengan Keputusan Presiden
(Keppres) RI Nomor 39/1980 hingga yang terbaru Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2/2015 semata mata dilaksanakan untuk menghentikan total penggunaan alat penangkapan ikan jenis trawl di perairan Indonesia yang dinilai merupakan langkah yang tepat, karena alat tangkap tersebut berkontribusi besar terhadap rusaknya habitat laut, pemborosan sumber daya laut, mempengaruhi siklus hidup biota laut, dan mengancam populasi biota kunci yang menjaga keseimbangan alam, seperti penyu dan hiu,”.
(Keppres) RI Nomor 39/1980 hingga yang terbaru Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2/2015 semata mata dilaksanakan untuk menghentikan total penggunaan alat penangkapan ikan jenis trawl di perairan Indonesia yang dinilai merupakan langkah yang tepat, karena alat tangkap tersebut berkontribusi besar terhadap rusaknya habitat laut, pemborosan sumber daya laut, mempengaruhi siklus hidup biota laut, dan mengancam populasi biota kunci yang menjaga keseimbangan alam, seperti penyu dan hiu,”.
DAFTAR PUSTAKA
- Mukhtar, A.Pi. 2012. Alat Tangkap Trawl. PSDKP. KKP
- WWF Indonesia. 2015. Alat Tangkap Trawl Ancam Keberlanjutan Sumberdaya Laut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar