Oleh :
Budi Santoso, S.St.Pi
Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas, perhatian terhadap
perlindungan konsumen semakin meningkat. Semakin majunya teknologi dan
informatika menyebabkan produk – produk yang ditawarkan menjadi lebih
bervariasi baik produk dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini tentu
saja bermanfaat bagi konsumen karena kebutuhannya dapat dipenuhi dengan
jumlah dan jenis barang yang dinginkan. Namun, dapat pula
mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen tidak seimbang,
misalnya pola konsumsi masyarakat Indonesia justru banyak ditentukan
oleh pelaku usaha, dan bukan oleh konsumen sendiri. Melalui kekuatan
promosi, pelaku usaha mampu menciptakan pemahaman kepada konsumen akan
kehebatan suatu produk, bahkan menjadikan konsumen sangat bergantung
pada produk tersebut. Ini dapat dilihat dari ketergantungan masyarakat
pada produk air minum, kosmetika, makanan/ minuman sehat, dan sebagainya
Kejadian-kejadian atau kasus-kasus konsumen tersebut mengesankan
bahwa posisi konsumen Indonesia lemah. Faktor utama yang menjadi
kelemahan konsumen ialah rendahnya tingkat kesadaran konsumen tentang
hak-haknya. Dalam upaya pemberdayaan konsumen Indonesia, pada tanggal 20
April 1999 telah diundangan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Undang-undang ini mulai berlaku setelah satu (1)
tahun sejak diundangkannya (Pasal 65). Dengan demikian, Undang-undang
ini sudah mulai berlaku sejak tanggal 20 April 2000. Undang-undang yang
melindungi konsumen ini tidak bermaksud untuk mematikan usaha para
pelaku usaha, tetapi justru untuk mendorong iklim berusaha yang sehat
sehingga melahirkan perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan
usaha yang sehat melalui penyediaan barang yang berkualitas.
Perlindungan Konsumen ialah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
untuk memberi perlindungan kepada konsumen (lihat Pasal 1 angka 1).
Di Indonesia, perlindungan konsumen secara
jelas dan tegas baru dilakukan pada tahun 1999 dengan diundangkannya
Undang-undang No 8 Tahun 1999.
Hak-hak konsumen di Indonesia dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 (Pasal 4) adalah :
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan
baranga dan/ atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang-barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhan-keluhannya atas barang dan/ atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungann dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau
pengganti barang dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu
sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan
atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan
proses produksi. Hal ini dilakukan untuk mengamankan konsumen/permintaan
konsumen dengan car mengamati titik – titik kritis mulai dari proses
produksi, pengolahan sampai distribusi hingga sampai ketangan konsumen.
Pada UU No. 9 tahun 1985 Bab V Pasal 19 Pemerintah mengatur tata niaga
ikan dan melaksanakan pembinaan mutu hasil perikanan, Pemerintah
mengatur tentang tata cara melakukan proses tata niaga dari mulai
produksi, pengolahan hingga distibusi kepada konsumen untuk menjaga
keutuhan kualitas mutu dari produk – produk tersebut. Untuk itu semua
produk – produk perikanan tidak bisa begitu saja beredar di kalanggan
masyarakat, banyak persyartan yang harus dipenuhi. Pada pasal 20 UU N.
31 Tahun 2004 Bab IV tantang pengelolaan perikanan menyebutkan bahwa
proses pengolahan ikan/produk perikanan wajib memenuhi syarat sebagai
berikut : adanya kelayakan pengolahan perikanan, adanya sistem jaminan
mutu, dan perlindungan keamanan hasil perikanan. Sistem jaminan mutu dan
keamanan hasil perikanan terdiri dari pengawasan dan pengendalian mutu,
pengembangan dan penerapan persyaratan atau standarisasi bahan baku,
sanitasi dan teknik penanganan serta pengolahan mutu produk, sarana dan
prasarana beserta metode pengujiannya. Setiap produk perikanan juga
harus memiliki sertifikasi, baik itu sertifikat kelayakan pengolahan
maupun sertifikat program manajemen mutu terpadu. Jaminan mutu ini juga
diatur pada peraturan menteri kelautan dan perikanan No. Per.
01/MEN/2007 tentang Pengendalian sistem jaminan mutu dan keamanan hasil
perikanan berisi tentang apa saja yang harus dipenuhi sebagai satuan
dari sistem Jaminan Mutu dan Keamanan sebagai upaya pencegahan
yang harus diperhatikan dan dilakukan sejak pra produksi sampai dengan
pendistribusian untuk menghasilkan hasil perikanan yang bermutu dan
aman bagi kesehatan manusia. Pelarangan penggunaan zat kimia berbahaya
pada produk hasil perikanan juga diatur dalam Peraturan menteri kelautan
dan perikanan No. Per.02/MEN/2007 Tentang monitoring Residu obat,
bahan kimia, bahan biologi dan kountaminan pada pembudidaya ikan. Jadi
tidak semua bahan kimia itu diperbolehka. Misalnya saja bahan kimia yang
dilarang untuk digunakan adalah Rhodamin B, Boraks dan Formalin.
Mengenai standarisasi mutu melaui sertifikasi ini juga dipertegas
sekaligus diperjelas Pada peraturan menteri kelautan dan perikanan Bab
IV pasal 21 No. Per. 01/MEN/2007 tentang Pengendalian sistem jaminan
mutu dan keamanan hasil perikanan pada proses produksi, pengolahan, dan
distribusi juga menyebutkan bahwa analisa bahaya dan pengendalian
titik kritis ( HACCP ) untuk memberikan jaminan mutu dari produk
yang diolah di unit pengolahan ikan dimulai dari cara budidaya yang
baik dan penanganan yang baik serta sertifikasi yang harus dipenuhi
diantaranya Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) adalah sertifikat yang
diberikan kepada UPI yang telah menerapkan Good Manufacturing
Practices (GMP), memenuhi Standard Sanitation Operating Procedure
(SSOP), Good Hygine Practices (GHP) Sertifikat Penerapan Program
Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) atau Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) serta Sertifikat Kesehatan (Health Certificate) pada ikan hasil perikanan sesuai dengan standar dan regulasi dari Otoritas Kompeten.
HACCP juga diterapkan sampai proses distribusi, hal ini diatur dalam
Peraturan Dirjen Pengolahan dan pemasaran hasil perikanan ( P2HP ) No.
PER.011/DJ-P2HP/2007 Tentang pedoman teknis penerapan sistem jaminan
mutu dan keamanan hasil perikanan.
Penerapan HACCP sebagai alat pengatur keamanan pangan dapat
memberikan keuntungan, yaitu mencegah terjadinya bahaya sebelum mencapai
meminimalkan risiko kesehatan yang berkaitan dengan konsumsi makanan
karena adanya preventif melalui penjaminan mutu dari awal produksi,
pengolahan sampai distribusi hingga sampai ke tangan konsumen,
meningkatkan kepercayaan akan keamanan makanan olahan kepada komsumen
sehingga secara tidak langsung mempromosikan perdagangan dan stabilitas
usaha makanan karena konsumen merasa di penuhi hak – haknya serta
menghindarkan produk- produk makanan khususnya produk perikanan dari
bahan-bahan kimia berbahaya, berkurangnya mutu akibat adanya bahaya
fisik seperti suhu, cuaca, dan kelalaian produsen atau distributor
serta mencegah produk makanan dari bahaya bakteri dan virus akibat
adanya kontaminasi. Beberapa kerugian dari HACCP adalah tidak cocok bila
diaplikasikan untuk bahaya atau proses yang hanya sedikit diketahui
karena dikhawatirkan akan terjadi salah perlakuan sehingga menyebabkan
kerusakan atau kerugian yang fatal dan berbahaya, tidak melakukan
kuantifikasi (penghitungan) atau memprioritaskan risiko, dan tidak
melakukan kuantifikasi dampak dari tambahan kontrol terhadap penurunan
risiko,misalnya saja bila tidak dilakukan melalui penelitian terlebih
dahulu bisa saja terdapat kemungkinan akibat adanya kontrol yang
berlebihan menyebabkan bakteri atau virus yang menyerang menjadi
resisten terhadap produk yang dilindungi tersebut.
Dari uraian diatas Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Suatu sistem jaminan mutu yang didasarkan pada kesadaran bahwa bahaya
(hazard) dapat terjadi pada setiap titik dalam rangkaian produksi. HACCP
ini sangat perlu untuk diimplementasikan secara menyeluruh kepada
setiap produk makanan yang beredar di Indinesia, akibat adanya
perkembangan teknologi yang menyebabkan kemajuan juga terhadap berbagai
jenis makanan di Indonesia mulai dari adanyan pengawetan, peningkatan
tampilan, peningkatan gizi dan kecepatan penyajian ( makanan cepat saji )
menyebabkan kemungkinan adanya kontaminasi, zat warna tidak aman dan
penggunaan zat aditif lain yag tidak aman, berbahaya bagi kesehatan dan
bersifat karsinogenik. Melaui 3 Pendekatan HACCP, yaitu Aspek dalam
proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit/kematian (Food
Safety), Karakteristik proses dalam kaitannya dengan kontaminasi dan
higienis (Wholesomeness/Kebersihan), Tindakan Ilegal yang merugikan
konsumen ( Economic Fraud/ Pemalsuan ) menerapkan 7 prinsip, yaitu 1).
Mengidentifikasi potensi bahaya pada semua tahapan dalam industri
pangan. 2). Menentukan titik atau tahapan operasional yang dapat
dikendalikan untuk meminimalkan bahaya (CCP). 3). Menetapkan batas
kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP
Berada dalam kendali. 4). Menetapkan sistem monitoring dengan
pengamatan dan pengujian. 5). Menetapkan tindakan perbaikan bila hasil
monitoring menunjukkan bahwa CCP tertentu tidak terkendali. 6).
Menetapkan prosedur verifikasi untuk keperluan penyesuaian. 7).
Menjalankan sistem dokumentasi tentang HACCP. Jadi, HACCP ini benar –
benar menjaga dan mengawasi agar kualitas atau mutu dari produk pangan
dari awal produksi, pengolahan sampai distribusi secara bertahap dengan
meminimalisir setiap resiko yang ditimbulkan dari setiap proses
produksi. Sehingga dapat dipastikan bahwa produksi pangan aman setiap
saat dan terjaga mutu serta kebersihannya. Tapi, tetap harus dijaga agar
kontrol yang dilakukann tidak menyebabkan masalah baru, misalnya saja
tumbuhnya bakteri resisten atau menurunkan gizi produk makanan tersebut.
Selain itu untuk mengimplementasikan sistem HACCP ini harus dilakukan
dalam semua divisi dalam lingkup industri, agar dapat menghasilkan
jaminan keamanan yang benar – benar efektif.