Minggu, 17 April 2016

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Sebagai Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan.

Oleh :
Budi Santoso, S.St.Pi

Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas, perhatian terhadap perlindungan konsumen semakin meningkat. Semakin majunya teknologi dan informatika menyebabkan produk – produk yang ditawarkan menjadi lebih bervariasi baik produk dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini tentu saja bermanfaat bagi konsumen karena kebutuhannya dapat dipenuhi dengan jumlah dan jenis barang yang dinginkan. Namun,   dapat pula mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen tidak seimbang, misalnya pola konsumsi masyarakat Indonesia justru banyak ditentukan oleh pelaku usaha, dan bukan oleh konsumen sendiri. Melalui kekuatan promosi, pelaku usaha mampu menciptakan pemahaman kepada konsumen akan kehebatan suatu produk, bahkan menjadikan konsumen sangat bergantung pada produk tersebut. Ini dapat dilihat dari ketergantungan masyarakat pada produk air minum, kosmetika, makanan/ minuman sehat, dan sebagainya

Kejadian-kejadian atau kasus-kasus konsumen tersebut  mengesankan bahwa posisi konsumen Indonesia lemah. Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen ialah rendahnya tingkat kesadaran konsumen tentang hak-haknya. Dalam upaya pemberdayaan konsumen Indonesia, pada tanggal 20 April 1999 telah diundangan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-undang ini mulai berlaku setelah satu (1) tahun sejak diundangkannya (Pasal 65). Dengan demikian, Undang-undang ini sudah mulai berlaku sejak tanggal 20 April 2000. Undang-undang yang melindungi konsumen ini tidak bermaksud untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru untuk mendorong iklim berusaha yang sehat sehingga melahirkan perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan usaha yang sehat  melalui penyediaan barang yang berkualitas. Perlindungan Konsumen ialah segala upaya yang menjamin adanya kepastian untuk memberi perlindungan kepada konsumen (lihat Pasal 1 angka 1).

      Di Indonesia, perlindungan konsumen secara jelas dan tegas baru dilakukan pada tahun 1999 dengan diundangkannya Undang-undang No 8 Tahun 1999.
Hak-hak konsumen di Indonesia dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 (Pasal 4) adalah :
a.    hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ jasa;
b.    hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan baranga dan/ atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c.    hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang-barang dan/atau jasa;
d.   hak untuk didengar pendapat dan keluhan-keluhannya atas barang dan/ atau jasa yang digunakan;
e.    hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungann dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f.     hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
g.    hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h.    hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau pengganti barang dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi. Hal ini dilakukan untuk mengamankan konsumen/permintaan konsumen dengan car mengamati titik – titik kritis mulai dari proses produksi, pengolahan sampai distribusi hingga sampai ketangan konsumen. Pada UU No. 9 tahun 1985 Bab V Pasal 19 Pemerintah mengatur tata niaga ikan dan melaksanakan pembinaan mutu hasil perikanan, Pemerintah mengatur tentang tata cara melakukan proses  tata niaga dari mulai produksi, pengolahan hingga distibusi kepada konsumen untuk menjaga keutuhan kualitas mutu dari produk – produk tersebut. Untuk itu semua produk – produk perikanan tidak bisa begitu saja beredar di kalanggan masyarakat, banyak persyartan yang harus dipenuhi. Pada  pasal 20 UU N. 31 Tahun 2004 Bab IV tantang pengelolaan perikanan menyebutkan bahwa proses pengolahan ikan/produk perikanan wajib memenuhi syarat sebagai berikut : adanya kelayakan pengolahan perikanan, adanya sistem jaminan mutu, dan perlindungan keamanan hasil perikanan. Sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan terdiri dari pengawasan dan pengendalian mutu, pengembangan dan penerapan persyaratan atau standarisasi bahan baku, sanitasi dan teknik penanganan serta pengolahan mutu produk, sarana dan prasarana beserta metode pengujiannya. Setiap produk perikanan juga harus memiliki sertifikasi, baik itu sertifikat kelayakan pengolahan maupun sertifikat program manajemen mutu terpadu. Jaminan mutu ini juga diatur pada peraturan menteri kelautan dan perikanan  No. Per. 01/MEN/2007 tentang Pengendalian sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan berisi tentang apa saja yang harus dipenuhi sebagai satuan dari sistem  Jaminan  Mutu  dan  Keamanan  sebagai  upaya  pencegahan  yang  harus diperhatikan dan dilakukan sejak pra produksi sampai dengan pendistribusian untuk  menghasilkan hasil perikanan yang bermutu  dan aman bagi  kesehatan manusia. Pelarangan penggunaan zat kimia berbahaya pada produk hasil perikanan juga diatur dalam Peraturan menteri kelautan dan perikanan No. Per.02/MEN/2007 Tentang monitoring  Residu obat, bahan kimia, bahan biologi dan kountaminan pada pembudidaya ikan. Jadi tidak semua bahan kimia itu diperbolehka. Misalnya saja bahan kimia yang dilarang untuk digunakan adalah Rhodamin B, Boraks dan Formalin.

Mengenai standarisasi mutu melaui sertifikasi ini juga dipertegas sekaligus diperjelas  Pada peraturan menteri kelautan dan perikanan Bab IV pasal 21  No. Per. 01/MEN/2007 tentang Pengendalian sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan pada proses produksi, pengolahan, dan distribusi juga menyebutkan bahwa analisa  bahaya  dan pengendalian  titik  kritis ( HACCP ) untuk memberikan  jaminan  mutu  dari  produk  yang diolah di unit pengolahan ikan dimulai dari cara  budidaya  yang  baik dan penanganan yang baik serta sertifikasi yang harus dipenuhi diantaranya Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) adalah sertifikat yang diberikan kepada UPI  yang  telah  menerapkan Good  Manufacturing  Practices  (GMP), memenuhi Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP), Good  Hygine  Practices  (GHP) Sertifikat  Penerapan  Program  Manajemen  Mutu    Terpadu  (PMMT)  atau Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) serta Sertifikat  Kesehatan  (Health  Certificate) pada ikan hasil perikanan sesuai  dengan  standar  dan  regulasi  dari Otoritas Kompeten.
HACCP juga diterapkan sampai proses distribusi, hal ini diatur dalam Peraturan Dirjen Pengolahan dan pemasaran hasil perikanan ( P2HP ) No. PER.011/DJ-P2HP/2007 Tentang pedoman teknis penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan.
Penerapan HACCP sebagai alat pengatur keamanan pangan dapat memberikan keuntungan, yaitu mencegah terjadinya bahaya sebelum mencapai meminimalkan risiko kesehatan yang berkaitan dengan konsumsi makanan karena adanya preventif melalui penjaminan mutu dari awal produksi, pengolahan sampai distribusi hingga sampai ke tangan konsumen, meningkatkan kepercayaan akan keamanan makanan olahan kepada komsumen sehingga secara tidak langsung mempromosikan perdagangan dan stabilitas usaha makanan karena konsumen merasa di penuhi hak – haknya serta menghindarkan produk- produk makanan khususnya produk perikanan dari bahan-bahan kimia berbahaya, berkurangnya mutu akibat adanya bahaya fisik seperti suhu, cuaca, dan kelalaian produsen atau distributor  serta mencegah produk makanan dari bahaya bakteri dan virus akibat adanya kontaminasi. Beberapa kerugian dari HACCP adalah tidak cocok bila diaplikasikan untuk bahaya atau proses yang hanya sedikit diketahui karena dikhawatirkan akan terjadi salah perlakuan sehingga menyebabkan kerusakan atau kerugian yang fatal dan berbahaya, tidak melakukan kuantifikasi (penghitungan) atau memprioritaskan risiko, dan tidak melakukan kuantifikasi dampak dari tambahan kontrol terhadap penurunan risiko,misalnya saja bila tidak dilakukan melalui penelitian terlebih dahulu bisa saja terdapat kemungkinan akibat adanya kontrol yang berlebihan menyebabkan bakteri atau virus yang menyerang menjadi resisten terhadap produk yang dilindungi tersebut.
Dari uraian diatas Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Suatu sistem jaminan mutu yang didasarkan pada kesadaran bahwa bahaya (hazard) dapat terjadi pada setiap titik dalam rangkaian produksi. HACCP ini sangat perlu untuk diimplementasikan secara menyeluruh kepada setiap produk makanan yang beredar di Indinesia, akibat adanya perkembangan teknologi yang menyebabkan kemajuan juga terhadap berbagai jenis makanan di Indonesia mulai dari adanyan pengawetan, peningkatan tampilan, peningkatan gizi dan kecepatan penyajian ( makanan cepat saji ) menyebabkan kemungkinan adanya kontaminasi, zat warna tidak aman dan penggunaan zat aditif lain yag tidak aman, berbahaya bagi kesehatan dan bersifat karsinogenik. Melaui 3 Pendekatan HACCP, yaitu Aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit/kematian (Food Safety), Karakteristik proses dalam kaitannya dengan kontaminasi dan higienis (Wholesomeness/Kebersihan), Tindakan Ilegal yang merugikan konsumen ( Economic Fraud/ Pemalsuan ) menerapkan 7 prinsip, yaitu 1). Mengidentifikasi potensi bahaya pada semua tahapan dalam industri pangan. 2). Menentukan titik atau tahapan operasional yang dapat dikendalikan untuk meminimalkan bahaya (CCP). 3). Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP
Berada dalam kendali. 4). Menetapkan sistem monitoring dengan pengamatan dan pengujian. 5). Menetapkan tindakan perbaikan bila hasil monitoring menunjukkan bahwa CCP tertentu tidak terkendali. 6). Menetapkan prosedur verifikasi untuk keperluan penyesuaian. 7). Menjalankan sistem dokumentasi tentang HACCP. Jadi, HACCP ini benar – benar menjaga dan mengawasi agar kualitas atau mutu dari produk pangan dari awal produksi, pengolahan sampai distribusi secara bertahap dengan meminimalisir setiap resiko yang ditimbulkan dari setiap proses produksi. Sehingga dapat dipastikan bahwa produksi pangan aman setiap saat dan terjaga mutu serta kebersihannya. Tapi, tetap harus dijaga agar kontrol yang dilakukann tidak menyebabkan masalah baru, misalnya saja tumbuhnya bakteri resisten atau menurunkan gizi produk makanan tersebut. Selain itu untuk mengimplementasikan sistem HACCP ini  harus dilakukan dalam semua divisi dalam lingkup industri, agar dapat menghasilkan jaminan keamanan yang benar – benar efektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar