Oleh :
Budi
Santoso, S.St.Pi
I. PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Memperhatikan berbagai isu
mengenai kemiskinan masyarakat pesisir dan upaya pembinaan nelayan yang belum
optimal, tidak sedikit program yang telah
berjalan selama lebih kurang satu dekade ini dan telah menunjukan keberhasilan
yang baik meskipun masih terdapat berbagai macam kendala yang perlu dicarikan
solusinya. Masyarakat pesisir secara harafiah diartikan sebagai masyarakat yang
berdomisili di wilayah pesisir. Namun pemahaman dalam konteks pengembangan
masyarakat (community development), “nomenklatur” masyarakat pesisir dipadankan
dengan kelompok masyarakat yang berdomisili di wilayah pesisir yang hidupnya
masih “tertinggal” seperti nelayan,
pembudidaya ikan, buruh pelabuhan, dsb bila dibandingkan dengan kelompok masyarakat
pesisir lainnya seperti pedagang, pengusaha perhotelan, dsb yang lebih
sejahtera.
3.
Rumusan Masalah
Aspek – aspek apa saja yang perlu diperhatikan dalam upaya pembinaan
nelayan ?
II.
KAJIAN
TEORI
1.
Pengertian Nelayan
Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung
pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya.
Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang
dekat dengan lokasi kegiatannya (Imron, 2003). Kebijakan
sosial ekonomi (pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur, kelembagaan)
dalam pengembangan masyarakat pesisir yang “tertinggal” tersebut perlu ditinjau
kembali (revisited) dan direkayasa ulang (re-engineering) mengingat perbaikan
kehidupannya sangat lambat khususnya nelayan yang sebagian besar masuk kategori
miskin dari kelompok yang paling miskin (poor of the poorest) (Kusumastanto,
2010).
2. Penggolongan Nelayan
Nelayan bukanlah suatu identitas
tunggal, mereka terdiri dari beberapa dari beberapa kelompok. Dilihat dari segi
pemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.
Nelayan buruh, adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang
lain.
b.
Nelayan juragan, adalah nelayan yang memilik alat tangkap yang dioperasikan
oleh orang lain.
c.
Nelayan perorangan, adalah nelayan yang memiliki peralatn tangkap sendiri,
dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain.
Nelayan buruh atau diatas kapal lebih
dikenal sebagai Anak Buah Kapal (ABK) merupakan nelayan yang penghasilannya
jauh lebih rendah dibandingkan nelayan juragan ataupun nelayan perorangan.
3. Karakteristik
Nelayan
Ada beberapa karakteristik masyarakat
pesisir,(1) budaya terbuka, (2) sumber kehidupannya tergantung pada sumberdaya
alam, (3) aktivitas ekonominya sangat dipengaruhi oleh cuaca dan musim, (4)
peran pasar sangat menentukan dalam berkembangnya aktivitas masyarakat. Sebagai
ilustrasi : masyarakat pesisir yang sebagia
n besar berprofesi sebagai nelayan, sangat tergantung dari kondisi lingkungan laut yang sangat rentan dari kerusakan, seperti penghancuran terumbu karang coral reef, mangrove, serta padang lamun (seagrasspencemaran, maupun bencana laut.
III. ASPEK – ASPEK YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PEMBINAAN NELAYAN
1. Pembinaan nelayan memerlukan pemahaman yang bersifat menyeluruh terhadap setiap persoalan, terutama kemiskinan nelayan yang terjadi.
Alasan utama kemiskinan dapat dibagi ke dalam empat hal, yaitu (1) kemiskinan karena aspek teknis biologis sumberdaya pesisir dan laut, (2) kemiskinan karena kekurangan prasarana, (3) kemiskinan karena kualitas sumber daya manusia yang rendah, dan (4) kemiskinan karena struktur ekonomi yang tidak mendukung dalam memberikan insentif usaha. Melihat faktor – faktor ini maka Kebijakan sosial ekonomi pembinaan dan pemberdayaan masyarakat pesisir (nelayan) harus didasarkan kepada kondisi sosial, kearifan dan budaya masyarakat pesisir yang tumbuh dan berkembang di akar rumput. Kebijakan yang diambil harus integratif sehingga tidak bias sektoral, wilayah serta kepentingan dan dapat diimplementasikan dalam rangka pengentasan kemiskinan.
2. Pembinaan nelayan memerlukan pendekatan sosial engineering yang tepat, efektif dan efisien
Mengingat bahwa nelayan merupakan masyarakat yang unik yang cenderung bersifat subsisten, maka pembinaannya perlu dibangun dan dipersiapkan secara khusus melalui re-engineering, kebijakan pengembangan sosial ekonomi dalam rangka pengentasan kemiskinan masyarakat pesisir. Terdapat 3 (tiga) kebijakan utama yang perlu dilakukan, yaitu (i) perlunya penetapan jumlah pemanfaat (users) dan daya dukung lingkungannya sesuai dengan karakteristik sumberdaya dan pemanfaatannya; (ii) perlu dilakukannya pembinaan dan pembinaan masyarakat pesisir secara kontinu; dan (iii) perlu dikembangkannya mata pencaharian alternatif bagi masyarakat pesisir sebagai social engineering modeldalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan di wilayah pesisir dan laut.
n besar berprofesi sebagai nelayan, sangat tergantung dari kondisi lingkungan laut yang sangat rentan dari kerusakan, seperti penghancuran terumbu karang coral reef, mangrove, serta padang lamun (seagrasspencemaran, maupun bencana laut.
III. ASPEK – ASPEK YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PEMBINAAN NELAYAN
1. Pembinaan nelayan memerlukan pemahaman yang bersifat menyeluruh terhadap setiap persoalan, terutama kemiskinan nelayan yang terjadi.
Alasan utama kemiskinan dapat dibagi ke dalam empat hal, yaitu (1) kemiskinan karena aspek teknis biologis sumberdaya pesisir dan laut, (2) kemiskinan karena kekurangan prasarana, (3) kemiskinan karena kualitas sumber daya manusia yang rendah, dan (4) kemiskinan karena struktur ekonomi yang tidak mendukung dalam memberikan insentif usaha. Melihat faktor – faktor ini maka Kebijakan sosial ekonomi pembinaan dan pemberdayaan masyarakat pesisir (nelayan) harus didasarkan kepada kondisi sosial, kearifan dan budaya masyarakat pesisir yang tumbuh dan berkembang di akar rumput. Kebijakan yang diambil harus integratif sehingga tidak bias sektoral, wilayah serta kepentingan dan dapat diimplementasikan dalam rangka pengentasan kemiskinan.
2. Pembinaan nelayan memerlukan pendekatan sosial engineering yang tepat, efektif dan efisien
Mengingat bahwa nelayan merupakan masyarakat yang unik yang cenderung bersifat subsisten, maka pembinaannya perlu dibangun dan dipersiapkan secara khusus melalui re-engineering, kebijakan pengembangan sosial ekonomi dalam rangka pengentasan kemiskinan masyarakat pesisir. Terdapat 3 (tiga) kebijakan utama yang perlu dilakukan, yaitu (i) perlunya penetapan jumlah pemanfaat (users) dan daya dukung lingkungannya sesuai dengan karakteristik sumberdaya dan pemanfaatannya; (ii) perlu dilakukannya pembinaan dan pembinaan masyarakat pesisir secara kontinu; dan (iii) perlu dikembangkannya mata pencaharian alternatif bagi masyarakat pesisir sebagai social engineering modeldalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan di wilayah pesisir dan laut.
3. Penetapan
jumlah pemanfaat (users) dan daya dukung lingkungannya sesuai dengan
karakteristik sumberdaya dan pemanfaatannya
Dalam konteks
pemanfaatan sumberdaya pesisir, terdapat tiga kategori sumberdaya yang dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, yaitu (a)
sumberdaya dapat pulih (renewable resources), (b) sumberdaya tidak dapat pulih
(non-renewable resources), dan (c) jasa-jasa lingkungan pesisir (environmental
services). Sumberdaya dapat pulih terdiri dari berbagaijenis ikan, udang,
rumput laut, termasuk kegiatan budidaya pantai dan budidaya laut (mariculture).
Sumberdaya tidak dapat pulih meliputi mineral, bahan tambang/galian, minyak
bumi dan gas, maupun jasa seperti pariwisata, transportasi laut, perdagangan
dan sebagainya. Pemanfaatan sumberdaya pesisir khususnya sumberdaya perikanan,
meskipun oleh banyak pihak masih dikatakan belum optimal (sekitar 60%) dan
masih dapat ditingkatkan hingga hingga 40%, namun kenyataannya di berbagai
wilayah perairan telah mengalami overeskploitasi dan berbagai permasalahan
pengelolaan lingkungan lainnya. Pertanyaan selanjutnya adalah seberapa besar
jumlah nelayan optimum yang dapat memanfaatkan sumberdaya perikanan di suatu
kawasan perairan?. Hal ini penting, karena kita menginginkan masyarakat pesisir
umumnya dan nelayan khususnya memiliki tingkat kesejahteraan tertentu, sehingga
mampu memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup.
4. Penguatan dan pembinaan
masyarakat pesisir
Penguatan dan pembinaan sumberdaya manusia pesisir
juga menjadi faktor yang menentukan
dalam upaya meningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir. Kesadaran masyarakat
terhadap pentingnya sumberdaya pesisir bagi mereka yang kemudian
diaktualisasikan dalam upaya-upaya pemanfaatan sehari-hari singga sumberdaya
tersebut tetap lestari. Dalam kerangka penguatan dan pembinaan faktor-faktor
penentu dalam pembinaan masyarakat meliputi, Pembinaan Manusia, Pembinaan
Lingkungan, Pembinaan Sumberdaya dan Pembinaan Usaha.
5.
Pengembangan
mata pencaharian alternatif
Kendala keterbatasan sumberdaya pesisir khusususnya pada kawasan yang telah overeksploitasi
menuntut perlunya terobosan-terobosan dalam mencari sumber-sumber mata
pencaharian alternatif. Konsep pengembangan mata pencaharian alternatif ini,
juga sedang dikembangkan bagi masyarakat pesisir yang selama ini mengembangkan
praktek-praktek pemanfaatan sumberdaya perikanan yang tidak ramah lingkungan, seperti
penggunaan bom dan zat kimia
khususnya dalam perikanan terumbu karang. Salah satu mata pencaharian alternatif yang bisa
diberikan adalah pembinaan dalam hal diversifikasi usaha melalui kegiatan
pengolahan ikan.
6. Dukungan
kebijakan pengembangan perikanan tangkap
Besarnya potensi sumberdaya ikan di
Indonesia, seharusnya dapat meningkatkan perekonomian nasional. Namun demikian,
yang terjadi adalah sebaliknya, negara dirugikan triliunan rupiah dan
sumberdaya ikan mengalami penurunan yang disertai semakin miskinnya masyarakat
nelayan. Beberapa kebijakan yang saat ini urgen untuk dilakukan guna
menyelamatkan dan mengembangkan perikanan tangkap di Indonesia, adalah: (i)
subsidi BBM untuk nelayan; (ii) regulasi terhadap permasalahan-permasalahan
mendasar seperti Illegal, Unreported and UnregulatedFishing, serta persoalan
yang menyangkut perijinan terhadap operasi penangkapan ikan; (iii) kebijakan
yang terkait dengan dukungan (supporting) pendanaan dan investasi; (iv) advokasidan
diplomasi perikanan; seperti Peningkatan partisipasi Indonesia dalam perikanan
regional, utamanya sebagai anggota (contracting party) dari Indian Ocean Tuna
Commission (IOTC) dan Commission for Conservation of Southern Bluefin Tuna
(CCSBT).
IV.
KESIMPULAN
Masyarakat pesisir diharapkan memperoleh manfaat terbesar dalam pembangunan wilayah pesisir, dalam rangka mendukung pembangunan pesisir melalui pembinaan nelayan maka kebijakan sosial ekonomi diarahkan untuk kesejahteraan
masyarakat nelayan sekaligus untuk menjaga
kelestarian sumberdaya ikan sehingga kegiatan
sosial ekonomi masyarakat pesisir dapat dipercepat serta dilakukan secara berkelanjutan. Berbagai
program pembinaan nelayan yang dilakukan
saat ini pada intinya harus
menjawab dua hal mendasar, yaitu: (1) kebutuhan untuk menjaga dan mempertahankan kelestarian sumberdaya pesisir, (2) kebutuhan untuk mengelola pemanfaatan sumberdaya
pesisir secara rasional, mencari resolusi atas konflik pemanfaatan, dan mencapai keseimbangan
rasional antara pembangunan dan pelestarian sumberdaya dengan memperhatikan aspek -
aspek penting dalam upaya pembinaan nelayan.
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto, L. 2005.Implementasi Code of Conduct for Responsible
Fisheries dalam Perspektif Negara
Berkembang. Lembaga Pengkajian Hukum Internasional, Jakarta, Jurnal Hukum Internasional,
Vol 2, No. 3, April 2005, hlm 481.
Tridoyo
Kusumastanto dan Yudi Wahyudin, M.Si. 2014. Pembinaan Nelayan Sebagai Ujung
Tombak Pembangunan Nasional Perikanan. Manuskrip pada Majalah Ilmiah WAWASAN
TRIDHARMA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar