Kamis, 25 Februari 2016

PENYEBAB ILLEGAL FISHING DAN STRATEGI PENANGGULANGANNYA




Oleh :

Budi Santoso, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Pertama, Unit Kerja Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari


ABSTRAK
Diantara sekian banyak masalah ekonomi ilegal, praktik pencurian ikan atau Illegal Fishing oleh nelayan-nelayan (armada kapal ikan) asing adalah yang paling banyak merugikan negara. Pencurian ikan oleh armada kapal ikan asing dari wilayah laut Indonesia diperkirakan lebih dari 2 juta ton/tahun  (Rp 30 triliun/tahun) yang berlangsung sejak pertengahan 1980-an (FAO, 2013).  Selain kerugian uang negara sebesar itu, pencurian ikan oleh nelayan asing berarti juga mematikan peluang nelayan Indonesia untuk mendapatkan 2 juta ton ikan setiap tahunnya.  Lebih dari itu, volume ikan sebanyak itu juga mengurangi pasok ikan segar (Raw Materials) bagi industri pengolahan hasil perikanan nasional serta berbagai industri dan jasa yang terkait. Sehingga impor ikan baik volume maupun nilainya terus meningkat signifikan dalam 5 tahun terakhir.  Aktivitas pencurian ikan oleh para nelayan asing juga merusak kelestarian stok ikan laut Indonesia, karena biasanya mereka menangkap ikan dengan teknologi yang tidak ramah lingkungan.  Dan, jangan lupa, bahwa kalau kita terus membiarkan illegal fishing, maka kedaulatan wilayah pun bisa terongrong.  Oleh sebab itu, kita harus menumpas habis aktivitas pencurian ikan di wilayah laut Indonesia sampai ke akar-akarnya melalui strategi penannggulangan ilegal fishing yang dikembangkan dan diterapkan secara komprehensif dan menyeluruh.
Kata Kunci : Penyebab Illegal Fishing, Strategi Penanggulangan Illegal Fishing

I.    PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
       Sebagai negara yang kaya akan beraneka ragam SDA (sumber daya alam) baik  yang terdapat di darat maupun di laut.  Indonesia sudah sewajarnya menjadi incaran negara – negara lain. Akan tetapi kekayaan alam laut indonesia belum dikelola secara baik oleh penduduk negerinya sendiri, hal ini dikarenakan oleh keterbatasan kemampuan SDM dalam megelola kekayaan tersebut, aparat pemerintah dan DPR berlaku korup, rendahnya aplikasi teknologi dalam pemanfaatan SDA sampai dengan rendahnya proses nilai tambah (industri hilir).  Dan, salah satu faktor terpenting adalah karena adanya aktivitas pencurian (ilegal) oleh oknum – oknum, baik didalam maupun diluar negeri.  Melihat fakta ini maka diperlukan suatu upaya yang komprehensif dan menyeluruh untuk memberantas kegiatan illegal fishing ini.

2.      Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
Bagaimana permasalahan illegal fishing di Indonesia, penyebab, dan cara penanggulangannya ?

II.      KAJIAN TEORI
Illegal fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan secara illegal di perairan wilayah atau ZEE suatu negara, atau tidak memiliki ijin dari negara tersebut (Rokhmin Dahuri, 2012). Pengertian illegal fishing adalah kegiatan perikanan yang tidak sah, kegiatan perikanan yang tidak diatur oleh peraturan yang berlaku, aktifitasnya tidak dilaporkan kepada suatu institusi atau lembaga perikanan yang tersedia/berwenang. Dapat terjadi di semua kegiatan perikanan tangkap tanpa tergantung pada lokasi, target species, alat tangkap yang digunakan dan exploitasi serta dapat muncul di semua tipe perikanan baik skala kecil dan industri, perikanan di zona yurisdiksi nasional maupun internasional.
Illegal fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan :
-  yang dilakukan oleh orang atau kapal asing pada suatu perairan yang menjadi yurisdiksi suatu negara tanpa izin dari negara tersebut atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
-   yang bertentangan dengan peraturan nasinal yang berlaku atau kewajiban internasional.
-  yang dilakukan oleh kapal mengibarkan bendera suatu negara yang menjadi anggota organisasi pengelolaan perikanan regional tetapi beroperasi tidak sesuai dengan ketentuan pelestarian dan pengelolaan yang diterapkan oleh organisasi tersebut atau ketentuan hukum internasional yang berlaku.
Kegiatan illegal fishing yang sering terjadi di Indonesia adalah :
-  Penangkapan ikan tanpa izin
-  Penangkapan ikan dengan menggunakan izin palsu.
-  Penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap terlarang
- Penangkapan ikan dengan jenis (species) yang tidak sesuai dengan izin / yang merupakan yang dilindungi.

III.    PENYEBAB ILLEGAL FISHING
Terdapat beberapa faktor-faktor yang menyebabkan maraknya praktek illegal fishing di Indonesia, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
  1. Terjadinya overfishing (tangkap lebih) di negara-negara tetangga yang kemudian mencari daerah tangkapan di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan produksi dan pemasarannya.  Meskipun, beberapa stok ikan di beberapa wilayah perairan (Pantai Utara Jawa, sebagian Selat Malaka, Pantai Selatan Sulawesi, dan Selat Bali) telah mengalami overfishing.  Tetapi, masih cukup banyak wilayah laut Indonesia lainnya yang masih memiliki sumberdaya ikan cukup besar, seperti Natuna dan ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia) di Laut Cina Selatan, Laut Arafura, Laut Sulawesi, ZEEI di Samudera Pasifik, ZEEI di Samudera Hindia, dan wilayah laut perbatasan.  Indonesia dengan potensi produksi lestari (Maximum Sustainable Yield = MSY) ikan laut sebesar 6,5 juta ton/tahun merupakan salah satu negara dengan potensi ikan laut terbesar di dunia.  MSY ikan laut dunia sekitar 90 juta ton/tahun (FAO, 2010).  Artinya, sekitar 7,2 persen ikan laut dunia terdapat di Indonesia.  Sementara, negara-negara yang selama ini melakukan pencurian ikan di wilayah laut Indonesia (Thailand, Pilipina, Vietnam, Malaysia, RRC, dan Taiwan) memiliki potensi sumberdaya ikan laut yang jauh lebih kecil ketimbang yang dimiliki Indonesia.
  2. Sistem penegakan hukum di laut masih lemah, terutama dilihat dari aspek legalnya maupun kemampuannya yang tidak sebanding antara luas laut dan kekuatan yang ada.  Jumlah kapal dan personil pengawas laut belum sebanding dengan luas lautan.
  3. Sebagian oknum penegak hukum di laut (TNI-AL, POLRI, Kejaksaan, dan KKP) ditenggarai merupakan bagian dari jaringan usaha penangkapan ikan oleh para nelayan (perusahaan) asing secara illgal di wilayah laut Indonesia.
  4. Sistem dan mekanisme perizinan kapal ikan masih diwarnai oleh praktik KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme).
  5. Kebanyakan pengusaha penangkapan ikan Indonesia yang lebih senang sebagai broker (menjual izin kepada pengusaha asing), tanpa memiliki kapal ikan sendiri atau kalaupun memiliki kapal ikan, mereka tidak bekerja cerdas, keras, dan serius seperti pengusaha negara-negara tetangga itu.
  6. Pengadilan perikanan seringkali menjatuhi hukuman (sanksi) kepada nelayan (kapal ikan) asing yang melakukan pelanggaran (IUU fishing) terlalu ringan. Sehingga, tidak ada efek jera bagi para nelayan (pengusaha) asing itu.

IV.       STRATEGI  PENANGGULANGAN ILLEGAL FISHING
            Disadari bahwa persoalan illegal fishing ini merupakan persoalan multi-actors dalam konteks melibatkan banyak pihak (masyarakat nelayan, pemerintah dan pelaku perikanan); multi-level karena melibatkan juga aktor global (asing) khususnya yang terkait dengan konflik fishing ground, kerjasama multi-lateral di level sub-regional maupun regional; dan multi-mode khususnya yang terkait dengan regulasi peraturan, law enforcement, hingga penyediaan fasilitas, dan prasarana pengawasan.  Dengan mempertimbangkan efek ganda yang ditimbulkan dari persoalan illegal fishing seperti yang telah diuraikan sebelumnya, pemerintah harus melaksanakan dua strategi secara simultan, yaitu strategi ke dalam (internal strategy) dan strategi keluar (external strategy).
Strategi ke dalam terdiri dari empat strategi, yaitu :
1.    Penyempurnaan sistem dan mekanisme perizinan perikanan tangkap. Jumlah kapal penangkapan ikan yang diizinkan beroperasi di suatu daerah penangkapan ikan tidak melebihi jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan (80% MSY) agar usaha perikanan tangkap dapat berlangsung secara menguntungkan dan lestari. Strategi ini sudah cukup berhasil diterapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dalam hal ini Ibu Susi Pudjiastuti  melalui moratorium perizinan kapal GT. 30 terutama eks. Kapal asing.
2.    Pengembangan dan penguatan kamampuan pengawasan (penegakan hukum) dilaut. Pengembangan dan penguatan kamampuan pengawasan dapat dilakukan melalui beberapa hal yaitu (a) pemberlakuan sistem MCS (Monitoring, Control and Surveillance) di mana salah satunya adalah dengan menggunakan VMS (Vessel Monitoring Systems) seperti yang direkomendasikan pula oleh FAO.  Secara sederhana sistem ini terdiri dari sistem basis data yang berbasis pada sistem informasi geografis (SIG), sehingga operator VMS dapat memantau seluruh posisi kapal di wilayah perairan tertentu. Dengan demikian keberadaan kapal penangkap ikan asing dapat segera diidentifikasi untuk dapat diambil tindakan selanjutnya.  Australia merupakan salah satu negara yang sukses menggunakan sistem ini guna menanggulangi upaya pencurian ikan sehingga di negara tersebut kejadian pencurian ikan di wilayah AFZ (Australian Fishing Zone) berkurang drastis dalam dekade terakhir (Davis, 2000). 
3.    Pembenahan sistem hukum dan peradilan perikanan. Lemahnya produk hukum serta rendah mental penegak hukum dilaut merupakan masalah utama dalam penanganan illegal fishing di Indonesia. Akan tetapi dengan disahkannya UU perikanan No 31 tahun 2004 Jo UU No. 45/2009 maka diharapkan penegakan hukum di laut dapat dilakukan. Dalam UU perikanan ini sanksi yang diberikan terhadap pelaku illegal fishing cukup berat.
4.  Penguatan (moderenisasi) armada perikanan tangkap nasional. Salah satu penyebab maraknya praktek illegal fishing di ZEEI adalah sedikitnya armada kapal ikan Indonesia yang beroperasi di daerah ZEEI dikarenakan kemampuan armada kapalnya yang rendah (kemampuan jangkauan pendek dan waktu berlayar singkat). Hal ini menyebabkan para nelayan asing dengan leluasa menangkap ikan di wilaya ZEEI. Dengan kata lain, kita harus menjadikan nelayan kita sebagai tuan rumah di lautnya sendiri.
Sedangkan Strategi Keluar (external strategy) terkait dengan pentingnya kerjasama regional maupun international khususnya yang terkait dengan negara tetangga.  Dengan meningkatkan peran ini ada 2 manfaat sekaligus yang diperoleh.  Yaitu :
1. Indonesia dapat meminta negara lain untuk memberlakukan sangsi bagi kapal yang menangkap ikan secara ilegal di perairan Indonesia seperti yang diuraikan di atas.  Dengan menerapkan kebijakan anti IUU fishing secara regional, upaya pencurian ikan oleh kapal asing dapat ditekan serendah mungkin.  Hal ini misalnya telah dilakukan dalam bentuk Joint Commission Sub Committee of Fisheries Cooperation antara Indonesia dengan Thailand dan Filipina guna membahas isu-isu perikanan dan   delimitasi batas ZEE antar negara. Kerjasama ini juga dapat diterapkan dalam konteks untuk menekan biaya operasional MCS sehingga Joint Operation untuk VMS misalnya dapat dilakukan.
2. Dengan bergabungnya Indonesia ke dalam organisasi perikanan internasional, maka secara tidak langsung Indonesia telah menghentikan praktek “non-member fishing” yang dilakukan sehingga produk perikanan Indonesia relatif dapat ‘diterima’ oleh pasar internasional. Pada masa lalu, keengganan pemerintah Indonesia bergabung ke dalam organisasi perikanan regional/internasional lebih disebabkan oleh adanya kewajiban membayar member fee.  Namun di saat kecenderungan global akan pentingnya memberantas praktek IUU fishing ini terus meningkat, upaya pencegahan melalui organisasi internasional ini tetap perlu dilakukan secara gradual.

V. KESIMPULAN
       1. Illegal Fishing merupakan salah satu kegiatan penangkapan ikan ilegal yang disebabkan oleh banyak faktor diantaranya terjadinya Overfishing di negara – negara tetangga sehingga mereka cenderung mencari wilayah baru untuk fishing ground, masih lemahnya pengawasan dan penegakan hukum dilaut yang disebabkan oleh masih kurangnya  sumberdaya yang dimiliki baik personil maupun fasilitas, serta lemahnya putusan pengadilan terhadap para pelaku ilegal fishing sehingga tidak menimbulkan efek jera.
       2. Strategi Penanggulangan ilegal fishing dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu Strategi ke dalam (Internal Strategy)  melalui perbaikan SDM dan Sarpras serta penegakan hukum dan strategi keluar (Eksternal Strategy) melalui hubungan kerjasama luar negeri.


DAFTAR PUSTAKA
Dahuri., Rokhmin, 2012. Anatomi Permasalahan Illegal Fishing dan Solusinya. Suara Kompas 7 Juni 2012.

UPAYA KONVERSI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) KE BAHAN BAKAR GAS (BBG) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF PADA KAPAL PERIKANAN



Oleh :

Budi Santoso, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Pertama, Unit Kerja Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari


ABSTRAK

Berdasarkan kebijakan pembangunan KP (UU No.45 Tahun 2009 tentang perikanan) pembangunan sektor perikanan mempunyai tujuan untuk terwujudnya perikanan yang maju dan efisien. Salah satunya melalui peningkatan produktivitas kerja serta peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi perikanan yg maju, efisien dan tangguh. Upaya konversi BBM ke BBG merupakan salah satu langkah pemerintah untuk membantu nelayan dalam menekan biaya operasional kapal khususnya dalam penggunaan bahan bakar untuk kegiatan penangkapan ikan sekaligus untuk menekan biaya subsidi terhadap BBM yang selama ini dianggap membebani keuangan negara. Konversi BBM ke BBG sebenarnya sudah cukup lama dikembangkan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui UPT BBPI Semarang, namun demikian untuk dapat langsung diterima dan diaplikasikan oleh nelayan butuh waktu yang tidak singkat, sebab persepsi nelayan terhadap BBG ini masih belum baik dengan berbagai macam alasan. Oleh karena itu perlu upaya keras untuk mensosialisasikannya.

Kata Kunci : BBM, BBG, Kapal Perikanan

I.    PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Upaya konversi BBM ke BBG sebenarnya merupakan alternatif untuk mengurangi ketergantungan nelayan skala kecil terhadap ketersediaan pasokan BBM yang cenderung berkurang seiring eksploitasi yang dilakukan di bumi dan harga BBM yang cenderung naik sehingga diharapkan biaya operasional penangkapan ikan relatif stabil dan keberlangsungan usaha penangkapan ikan yang dilakukan nelayan skala kecil berlajut. Dengan penggunaan BBG diharapkan biaya operasioanal dapat ditekan sehingga dapat pula mengimbangi apabila terjadi penurunan produksi dimana harga jual ikan turun, sehingga nelayan tidak terlalu banyak mengalami kerugian karena penggunaan biaya operasional yang tidak terlalu besar dibandingkan penggunaan BBM yang sekitar 70 % merupakan  penyumbang biaya terbesar dalam sebuah operasional kapal perikanan.

2.   Rumusan Masalah
Bagaimana mekanisme konversi BBM ke BBG sebagai bahan bakar alternatif bagi kapal perikanan ?

II.    KAJIAN TEORI
        Pengertian Bahan Bakar Minyak (BBM)
Bahan Bakar Minyak (BBM) adalah suatu materi apapun yang bisa diubah menjadi energi. Biasanya bahan bakar ini mengandung energi panas yang dapat dilepaskan dan dimanipulasi. Kebanyakan bahan bakar digunakan manusia melalui proses pembakaran (reaksi redoks) dimana bahan bakar tersebut akan melepaskan panas setelah direaksikan dengan oksigen di udara. Proses lain untuk melepaskan energi dari bahan bakar adalah melalui reaksi eksotermal dan reaksi nuklir (seperti Fisi nuklir atau Fusi nuklir). Hidrokarbon (termasuk di dalamnya bensin dan solar) sejauh ini merupakan jenis bahan bakar yang paling sering digunakan manusia. Bahan bakar lainnya yang bisa dipakai adalah logam radioaktif (wikipedia.org, 2015).

Pengertian Bahan Bakar Gas (BBG)
Bahan bakar gas adalah semua jenis bahan bakar yang berbentuk gas, biasanya bahan bakar gas ini termasuk golongan bahan bakar fosil (wikipedia.org, 2015).

III.  KONVERSI BBM KE BAHAN BAKAR GAS (BBG) UNTUK KAPAL PERIKANAN
      Komposisi Perahu/Kapal Bermotor di  Indonesia
     
  Grafik Merah : Menunjukkan sebagian  besar masih menggunakan motor tempel (cocok utk aplikasi BBG)
 




Ada 2 jenis sistem bahan bakar untuk memanfaatkan BBG pada motor bakar konvensional (mesin bensin dan mesin diesel), yaitu
- sistem yang memungkinkan BBM dan BBG bekerja tidak bersamaan atau sendiri-sendiri (bi-fuel system) cocok untuk Motor Bensin Serbaguna serta
- sistem yang mewajibkan BBM dan BBG bekerja bersamaan (dual-fuel system) cocok untuk Motor Diesel Stasioner.

Supaya BBG dapat menggantikan atau mengurangi penggunaan Bensin/Solar maka mesin perlu ditambahkan peralatan yang disebut Conversion Kits Desain Conversion Kits diadopsi dari kendaraan bermotor di darat untuk digunakan pada motor penggerak kapal perikanan, dengan adanya Conversion Kits maka sistem bahan bakar konvensional pun berubah (terjadi modifikasi). Saat menggunakan Conversion Kits, mesin kapal tidak mengalami modifikasi yang rumit hanya penambahan sederhana dan penggantian, baut dudukan karburator untuk mesin bensin atau dudukan saringan udara untuk mesin diesel Sistem bahan bakar minyak tidak dihilangkan, tetap ada.
Hal – Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan BBG/LPG di atas kapal :
  1. Hindarkan Sistem LPG dari nyala api.
  2. Ganti selang LPG dan selang udara setiap setahun sekali dengan selang baru yang standar.
  3. Gunakan klem selang yang berbahan baja tahan karat (stainless steel).
  4. Jika terjadi kebocoran pada regulator LPG tekanan tinggi, segera lepaskan dari katup di tabung LPG dan gantilah seal katup tabung pada tabung LPG.
  5. Dilarang keras mengubah atau memodifikasi alat/komponen LPG Conversion Kit yang ada untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
  6. Jika badan tabung LPG terlihat cacat seperti penyok dan perubahan bentuk pastikan tidak ada kebocoran(gelembung gas) dengan merendamnya dalam air.
  7. Regulator LPG Tekanan Tinggi tidak boleh bergetar dan tidak mengeluarkan bunyi pada saat dipasang di katup tabung LPG, serta tidak boleh mengalami kebocoran pada bagian penutup regulator dan bagian kunci pemutarnya.
  8. Selang LPG dan selang udara harus lentur dan secara visual tidak ada kecacatan, seperti lubang, robek atau kering-getas.
IV. KESIMPULAN
1. Upaya konversi BBM ke BBG pada kapal perikanan dimaksudkan sebagai upaya menekan biaya operasional kapal dari aspek BBM yang selama ini dirasakan cukup berat juga untuk menekan subsidi BBM dari pemerintah.
2. Konversi BBM ke BBG dilakukan bukan semata – mata untuk menghilangkan  penggunaan BBM pada kapal perikanan akan tetapi hal ini dilakukan sebagai alternatif, jadi konversi ke BBG ini menggunakan alat yang disebut Convertion Kit yang dipasang pada mesin, dapat berupa bi fuel system maupun dual fuel system. Sehingga sewaktu - waktu kapal dapat menggunakan BBM dan juga BBG tergantung kebutuhan.

DAFTAR PUSTAKA :
1.      Wikipedia. 2015. Pengertian BBM dan BBG.
2.   Syahasta Dwinanta G. 2015. Konversi BBM ke BBG pada Kapal Perikanan. BBPI Semarang.