Selasa, 21 November 2017

TEKNIK PENGESAN IKAN DI ATAS KAPAL PERIKANAN


Oleh :    
Budi Santoso

Pendinginan dengan menggunakan es merupakan satu – satunya jalan yang dapat ditempuh untuk mempertahankan mutu ikan selain teknik pendinginan dengan menggunakan refrigerasi. Prinsip pengesan adalah meletakkan es pada permukaan ikan untuk menurunkan suhu ikan hingga mendekati 0o C dengan tujuan menghambat pertumbuhan bakteri sehingga ikan lebih awet. Pengesan juga dapat mencegah gesekan kuat antara ikan dengan ikan yang berada dalam satu wadah, meminimalkan kerusakan pada ikan dan es akan lebih cepat menyerap panas tubuh ikan secara merata. Keuntungan pendinginan dengan menggunakan es adalah selain biayanya lebih murah dan praktis, pengesan dapat bermanfaat sebagai media pembersih daging ikan dari darah dan lendir karena es yang mencair dapat sekaligus membawa kotoran, sisa darah dan lendir yang masih menempel pada permukaan daging ikan. Es yang digunakan harus dipilih sebaik mungkin, yaitu es yang higienis, tidak keropos dan baik kematangannya.
1. Latar Belakang
Ikan memiliki kadar protein yang sangat tinggi yaitu sekitar 20 %. Di samping itu protein yang terkandung dalam ikan mempunyai mutu yang baik, sebab sedikit mengandungkolesterol dan sedikit lemak. Di samping kelebihan tersebut, ikan memiliki kelemahan yakni mudah membusuk. Ikan relatif lebih cepat mengalami pembusukan daripada daging unggas dan mamalia karena pada saat ditangkap ikan selalu berontak sehingga banyak kehilangan glikogen dan glukosa. Glikogen dan glukosa pada hewan yang mati dapat mengalami glikolisis menjadi asam piruvat yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Apabila ikan terlalu banyak berontak pada saat ditangkap maka akan banyak kehilangan glikogen dan glukosa sehingga kandungan asam laktat ikan menjadi rendah. Dengan demikian nilai pH-nya relatif mendekati normal. Nilai pH yang mendekati normal ini sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri, sehingga ikan segar harus segera diolah dengan baik agar layak untuk dikonsumsi. Dan satu – satunya jalan untuk mempertahankan mutu ikan adalah melalui proses penurunan suhu tubuh ikan atau kita kenal istilah pendinginan/pengesan.

2. Rumusan Masalah
       Bagaimana teknik pengesan yang baik untuk mempertahankan mutu ikan hasil tangkapan ?

3. Kajian Teori
      Prinsip pendinginan ikan adalah menurunkan suhu ikan / produk sampai mendekati 0o C dengan tujuan menghambat pertumbuhan bakteri sehingga ikan lebih awet. Bakteri tumbuh dan berkembang biak secara optimal pada suhu 10o – 70o C. Pada suhu 0o – 5o C. pertumbuhan dan perkembangbiakannya berjalan lambat, sehingga ikan mempunyai daya tahan berhari-hari. Kelebihan dari proses pendinginan adalah tidak merusak struktur daging ikan dan selain itu biaya yang dibutuhkan relatif lebih murah daripada proses pembekuan.Oleh karena itu, pengawetan dengan cara pendinginan ini banyak diaplikasikan pada rantai perjalanan ikan mulai setelah ikan dipanen sampai pada pendistribusian ke tangan konsumen, contohnya pada waktu penyimpanan ikan di palka kapal, tahap penampungan, pada pasar – pasar ikan maupun pada waktu proses pengolahan ikan di perusahaan eksportir ikan (Rahmat Yuliandri, 2013). Faktor – faktor yang mempengaruhi kecepatan proses pendinginan yaitu :
       1. Semakin tinggi suhu awal ikan, akan semakin besar pula energi yang dibutuhkan
           untuk menyerap panas pada tubuh ikan dan semakin lama proses pendinginan
       2. Semakin besar  ukuran ikan maka semakin lama pula proses pendinginan
       3. Semakin rendah suhu penyimpanan maka akan semakin cepat proses pendinginan
       4. Semakin rendah suhu udara luar maka akan semakin cepat proses pendinginan
       5. Struktur daging ikan.

4. Hasil dan Pembahasan
Prinsip Pengesan
Prinsip pengesan yang dianut dalam pengesan ini adalah agar dapat menekan proses penurunan mutu ikan hingga minimum, untuk itu ikan yang telah ditangkap harus segera diturunkan suhunya menjadi 0ºC dan mempertahankan ikan pada tingkat suhu 0ºC ini selama proses penanganan selanjutnya.
Agar dapat mematuhi prinsip itu dengan baik dan agar diperoleh hasil yang       maksimum, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
          a.   Ikan segera dihimpun dalam es
          b.   Ikan hanya berkontak dengan es
          c.   Panas  senantiasa dapat mengalir keluar dari ikan
          d.   Palka atau peti diberi lubang pembuangan ( drainage)
          e.   Tebal lapisan ikan wajar
          f.   Semua pekerjaan dilakukan dengan cepat
Agar dapat melaksanakan praktek pengesan di kapal, sebaiknya difahami hal-hal tersebut di  bawah ini : 
1.    Prinsip pengesan ikan
2.    Jumlah es yang diperlukan
3.    Teknik pengesan yang digunakan

Jumlah es yang  diperlukan
Pendinginan ikan yang berupa produk ikan basah, umumnya dilaksanakan dengan mengikuti salah satu dari 3 metoda; yaitu dengan es, udara dingin dan air yang didinginkan. Dalam perhitungan jumlah es yang diperlukan, terdapat dua tahapan yang harus diperhatikan yaitu tahap penurunan suhu mencapai suhu penyimpanan yang diinginkan (0ºC untuk ikan basah atau 3ºC untuk ikan olahan) dan tahap pemeliharaan suhu penyimpanan dan distribusi.
Untuk menurunkan suhu ikan sampai pada tingkat suhu yang lebih rendah, maka jumlah panas yang harus dienyahkan dari ikan dapat dihitung dengan rumus umum berikut :
Q = m (T1 – T2) c
Dimana :
Q   = Jumlah panas dalam kilokalori (kkal)
m  = masa atau berat bahan dalam kg
T1 = suhu awal bahan dalam ºC
T2 = suhu akhir bahan dalam ºC
C   = panas spesifik bahan
Kalau panas spesifik ikan 0.84, suhu awal 20ºC, sedangkan berat ikan 100 kg maka jumlah panas yang harus dienyahkan dari ikan agar suhunya mencapai 0ºC adalah : 100 kg X (20 – 0)ºCX 0,84= 1680 kkal Oleh karena tiap kg es saat meleleh pada 0ºC dapat menyerap80 kkal ( berhubung panas laten pelelehan es 80 kkal/kg), maka berat es yang diperlukan bagi pendinginan ikan itu adalah 1680/80 = 21kg es dengan catatan tidak memperhitungkan panas yang terbuang. Jadi kebutuhan es bagi tahap penurunan suhu ikan seberat 100 kg dengan suhu awal 20ºC adalah 21 kg es.
         Teknik Pengesan
Berdasarkan pada prinsip pengesan, terdapat beberapa teknik pengesan yang sudah sukses dipraktekan  di Negara-negara perikanan maju.
  a. Cara pengesan susunan curahan ( Bulk stowage)
Adalah metode penyimpanan ikan yang di es di dalam kerangka kandang ikan yang biasanya    dibangun dengan cara memasang papan kandang lepas keatas kerangka penyangga vertical didalam palka ikan (gambar 53).
Pembangunan kerangka kandang sambil meng es ikan  dengan teknik susunan curahan, dilaksanakan sebagai berikut : 
1) Taburkan es di alas palka dengan ketebalan 10 sampai 15cm, tergantung keadaan insulasi palka, lama trip, keadaan cuaca dan suhu laut. Diatas lapisan es tersebut, susun/tabur selapis ikan . diatasnya disebar selapis es, lalu diikuti selapis ikan dan demikian seterusnya. Lapisan ikan paling atas ditutup dengan es setebal 5-10 cm. Kalau digunakan papan-papan rak hidup, tebal curahan ikan es tidak lebih dari 0,5 m agar ikan didasar rak tidak rusak.
2) Bentuk rak rak papan dan kerangka diusahakan sedemikian rupa agar air lelehan dari lapisan diatasnya tidak mengotori lapisan ikan yang dibawahnya. Masalah utama dari susunan curahan adalah kesukaran membongkar ikan untuk didaratkan, penangananya berlangsung lambat,memerlukan tenaga kerja lebih banyak dan ikan mungkin rusak kena sekop,garpu atau ganco.
      b.   Cara pengesan susunan pemetian (Boxed Stowage)
   Cara penyusunan ikan dan es dalam peti di laut mempunyai beberapa kelebihan  antara lain :
            - Ikan tetap terlindung es selama pembongkaran dari palka ke darat.
            - Poses pembongkaran dan pelelangan serta pemindahan ke gudang dingin atau ke alat pengangkut lain dapat berlangsung lebih cepat.
     Mutu ikan yang didaratkan lebih baik dari pada teknik susunan curahan.
          KESIMPULAN
Dengan penerapan atau pengguanaan suhu rendah (00) pada saat ikan tetangkap oleh alat tangkap ikan maka ikan akan tetap segar sampai ketangan konsumen karena ikan akan menurun mutunya setelah ikan diangkat keatas daratan oleh karena itu penggunaan suhu rendah sangat baik setelah ikan tertangkap.
Penggunaan  wadah pada saat penanganan ikan juga sangat mempengaruhi kualitas ikan karena penggunaan wadah yang tidak sesuai dengan ukuran ikan dan jenis ikan bisa mempengaruhi atau menyebabkan ikan mendapatkan luka pada kulit ikan.
Teknik pengesan ikan juga sangat mempengaruhi luka pada kulit ikan karena apabila es dicampur  begitu saja dengan ikan maka akan menyebabkan luka pada kulit ikan sebab ikan tidak semua sama jenisnya bentuk dan ukurannya. Oleh karena itu dalam penerapan teknik – teknik pengesan maka perlu juga diperhatikan prinsip penanganan yang cermat, cepat, safety dan hygienis.

            PENUTUP
            Demikian makalah ini disusun untuk memberikan gambaran ringkas mengenai bagaimana teknik pengesan ikan yang baik di atas kapal perikanan.


DAFTAR  PUSTAKA
Rahmat Yuliandri, S.St.Pi. 2013. Diktat Penanganan Dan Penyimpanan Hasil Tangkap. SUPM      Sorong. BPSDMKP.

Rabu, 15 November 2017

Proses Sterilisasi Ikan dalam Bentuk Pengalengan


Oleh :
Budi Santoso


Pengertian Pengalengan Ikan
Pengalengan yaitu salah satu cara penyimpanan dan pengawetan bahan pangan yang dikemassecara hermetic dalam suatu wadah yang disebut can (kaleng) dan kemudian disterilkan, sehingga diperoleh produk pangan yang tahan lama dan tidak mengalami kerusakan baik fisik, kimia maupun biologis.Ikan merupakan salah satu komoditi hasil perairan yang paling banyak dimanfaatkan olehmanusia karena beberapa kelebihannya. Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat potensial dan biasanya kandungan protein sekitar 15-24% tergantung dari jenis ikannya. Protein ikan mempunyai daya cerna yang sangat tinggi yaitu sekitar 95% (Alam Ikan 1)

Ikan segar merupakan salah satu komoditi yang mudah mengalami kerusakan (high perishablefood). Kerusakan ini dapat disebabkan oleh proses biokimiawi maupun oleh aktivitas mikrobiologi.Kandungan air hasil perikanan pada umumnya tinggi mencapai 56.79% sehingga sangatmemungkinkan terjadinya reaksi-reaksi biokimiawi oleh enzim yang berlangsung pada tubuh ikansegar.

Sementara itu, kerusakan secara mikrobiologis disebabkan karena aktivitas mikroorganismeterutama bakteri. Kandungan protein yang cukup tinggi pada ikan menyebabkan ikan mudah rusak bila tidak segera dilakukan pengolahan dan pengawetan. Pengawetan bertujuan untuk memperpanjang masasimpan bahan pangan tersebut. Salah satu usaha untuk meningkatkan daya simpan dan daya awet pada produk ikan adalah dengan pengalengan ikan (Alam Ikan 2).


Teknik pengawetan pangan yang dapat diterapkan dan banyak digunakan adalah pengawetandengan suhu tinggi, contohnya adalah pengalengan ikan tuna. Tujuan utamanya adalah untuk memperpanjang umur simpan, dan meningkatkan nilai ekonomis dari ikan serta dapat memperbanyak  penganekaragaman pangan yang berbahan baku ikan.

Prinsip Pengalengan
Prinsip pengalengan yaitu mengemas bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat sehinggaudara dan zat-zat maupun organisme yang merusak atau membusukkan tidak dapat masuk, kemudianwadah dipanaskan sampai suhu tertentu untuk mematikan pertumbuhan mikroorganisme yang ada.

Pengalengan didefinisikan juga sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah,yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dankebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa

Sterilisasi Produk Perikanan
Sterilisasi adalah pengawetan dimasukan ke dalam kaleng/botol untuk diproses pada suhu  115° C - 120° C,
Sterilisasi Produk Perikanan yaitu dalam retort atau pressure cooker  yang tahan pada tekanan 1-2 atm. pembunuhan (destruksi) semua jenis bakteri. 
Hal Yang Perlu Diperhatikan
Pemrosesan Ikan kaleng tidak boleh terlalu lama (over cooking), ataupun kurang masak  (under cooking) sehingga mengakibatkan pembusukan bahan makanan dalam kaleng. 
Proses Pengalengan Ikan .
1. Penyediaan dan pemilihan bahan mentah
Bahan baku yang dipergunakan harus dalam keadaan segar dan dijaga kesegarannya selama penyimpanan karena akan mempengaruhi produk akhir
2.   Cara pengawetan sementara bahan mentah
a.   Penambahan Garam
Penambahan Garam dilakukan bila jarak waktu sejak ikan ditangkap sampai dikalengkan tidak terlalu lama.
b.   Chilling
Suhu ruang pendingin sebaiknya ditentukan sampai 0° C, sebab jika lebih rendah dikhawatirkan terjadi partial free cooking/slow- freezing pada permukaan badan ikan.
c. Pembekuan
Bila jarak waktu sejak ikan ditangkap sampa dikalengkan lebih dari beberapa hari. 
3. Penyiangan dan pencucian
Bagian-bagian ikan yang tidak diperlukan untuk pengalengan (kepala, sisik, sirip, ekor, daging bagian perut, duri, tulang) disiangi dan dibuang kemudian dicuci dengan air bersih atau larutan brine. 
4.   Perlakuan terhadap bahan mentah sebelum dikalengkan
a.   Penggaraman
Penggaraman dilakukan secara langsung atau direndam dalam brine sebelum pengalengan. Penggaraman bertujuan selain memperbaiki tekstur daging juga mempertahankan cita rasa asli ikan.
b. Preecooking
  • Ikan dikukus dan dibuang airnya sebelum dikalengkan 
  • Lama pengukusan (steaming) dan tinggi suhu tidak boleh berlebihan. Bila suhu terlalu tinggi akan mempengaruhi rupa dan tekstur daging ikan, terlalu banyak air yang keluar akan menurunkan mutu 
c. Pengeringan, pengasapan, penggorengan
  • Pengeringan untuk mengurangi kadar air dan memperbaiki tekstur daging ikan. 
  • Pengasapan untuk mengurangi kadar air dan mendapatkan aroma asap   (seperti cumi-cumi dan sardine asap dalam kaleng). 
  • Untuk ikan-ikan air tawar yang tekstur dagingnya sangat lembek bila dikukus, sering terlebih dahulu digoreng atau direbus dalam minyak (deep frying).
5. Pengisian  ikan dan saus ke dalam kaleng
  • Cara pengisian ikan ke dalam kaleng diusahakan agar tidak rusak karena guncangan pada waktu pemanasan atau pengangkutan. 
  • Tujuan penambahan saus : menimbulkan rasa dan memperpendek proses sterilisasi (karena penghantar panas)
6.Pengeluaran udara (Exhausting) 
  • penghampaan udara dan gas dalam kaleng yang telah berisi ikan untuk mendapatkan ruang hampa sehingga tekanan udara di dalam kaleng 
  • Tujuan : untuk mengurangi tekanan dari kaleng yang disebabkan karena pengembangan kaleng pada waktu pemanasan 
  • Keuntungan : dapat mencegah korosi pada kaleng, mencegah pertumbuhan bakteri dan mencegah makanan menjadi bubur (lunak) karena tekanan yang berlebihan 

6. Penutupan kaleng
Penutupan kaleng dilakukan dengan mesin penutup (sealing machine) dan sifatnya semiotomatis.

7. Pemanasan (sterilisasi)
  • Sterilisasi dilakukan dengan memasukkan ikan kaleng ke dalam retort  pada suhu 115-120 o C. Suhu dalam retort dinaikkan dengan memasukkan lebih banyak uap air. Sumber uap retort yang cukup besar adalah boiler. 
8. Pendinginan (cooling)
  • Setelah pemrosesan selesai, segera didinginkan, jika tidak  kemungkinan besar akan terjadi over cooking. 
  • Pendinginan dilakukan dengan memasukkan keranjang berisi kaleng panas ke dalam bak air atau memasukkan air dingin ke dalam retort setelah selesai pemrosesan. 
  • Selain dengan air, pendinginan dapat juga dilakukan dengan udara (air cooling) yaitu membiarkan tumpukan kaleng dilantai, supaya kering sendiri.
9.  Pemasangan label (labelling)
Bentuk gambar, huruf-huruf dan kombinasi warna harus menarik dan jelas tetapi sederhana. Pada label harus dinyatakan keterangan-keterangan yang perlu seperti nama perusahaan, jenis ikan, jenis saus dan berat isinya. 

Daftar Pustaka :
Alam Ikan 1 : Rahayu, 1992
Alam Ikan 2 : Winarno, 1980

Rabu, 01 November 2017

Manfaat dan Kandungan Ikan Tuna

Oleh :  Budi Santoso, S.St.Pi

 
Posisi perairan Indonesia yang terletak di antara Samudera Hindia dan Pasifik merupakan tempat perlintasan ikan tuna dalam pengembaraan jarak jauhnya ikan tuna terdiri dari bermacam-macam jenis, antara lain mandidihang/yellowfin (Thunnus albacores), mata besar (Thunus obesus), abu-abu (Thunus tonggol), albakora (Thunus alalunga), dan sirip biru (Thunus thynnus).
Hingga saat ini tuna masih dihasilkan dari kegiatan penangkapan, bukan hasil budi daya. Keberhasilan operasi penangkapan sangat ditentukan oleh keterampilan mengenali pola tingkah laku ikan tuna yang berkaitan dengan kebiasaan makan, suhu air, arus air, dan musim kawin.

Kaya Omega-3
Nilai gizi tuna yang sangat baik, kandungan omega-3-nya membuat tuna mempunyai seribu satu manfaat bagi kesehatan tubuh. Namun, hal itu harus didukung dengan pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan tuna yang baik. Ikan tuna yang masih segar sebaiknya disimpan di lemari es (jika akan segera digunakan) atau dibekukan (jika ingin disimpan untuk beberapa lama). Dilihat dari komposisi gizinya, tuna mempunyai nilai gizi yang sangat luar biasa. Kadar protein pada ikan tuna hampir dua kali kadar protein pada telur yang selama ini dikenal sebagai sumber protein utama. Kadar protein per 100 gram ikan tuna dan telur masing-masing 22 g dan 13 g.

Sebagai salah satu komoditas laut, ikan tuna juga kaya akan asam lemak omega-3. Kandungan omega-3 pada ikan air laut, seperti ikan tuna, adalah 28 kali lebih banyak daripada ikan air tawar. Perbandingan kadar omega-3 antara ikan tuna dengan ikan jenis lainnya dapat dilihat pada Tabel 2. Omega-3 dapat menurunkan kadar kolesterol darah dan menghambat proses terjadinya aterosklerosis (penyumbatan pembuluh darah). Konsumsi ikan 30 gram sehari dapat mereduksi risiko kematian akibat penyakit jantung hingga 50 persen. Asam lemak omega-3 juga mempunyai peran penting untuk proses tumbuh kembang sel-sel saraf, termasuk sel otak, sehingga dapat meningkatkan kecerdasan, terutama pada anak-anak yang sedang mengalami proses tumbuh kembang.

Sumber Mineral
Ikan tuna juga kaya berbagai mineral penting yang esensial bagi tubuh. Kandungan iodium pada ikan tuna mencapai 28 kali kandungan iodium pada ikan air tawar. Iodium sangat berperan penting untuk mencegah penyakit gondok dan meningkatkan kecerdasan anak. Selain itu, ikan tuna juga kaya akan selenium. Konsumsi 100 gram ikan tuna cukup untuk memenuhi 52,9 persen kebutuhan tubuh akan selenium. Selenium mempunyai peran penting di dalam tubuh, yaitu mengaktifkan enzim antioksidan glutathione peroxidase. Enzim ini dapat melindungi tubuh dari serangan radikal bebas penyebab berbagai jenis kanker.

Dilihat dari perbandingan kalium dan natrium, ikan tuna baik untuk penderita jantung. Makanan ini tergolong makanan sehat untuk jantung dan pembuluh darah bila mengandung rasio kalium dan natrium minimal 5 berbanding 1. Perbandingan kalium dan natrium mencapai 6,4:1 pada tuna sirip biru; 11:1 pada tuna jenis skipjack; dan 12:1 pada tuna yellow fin. Kalium diketahui bermanfaat untuk mengendalikan tekanan darah, terapi darah tinggi, serta membersihkan karbondioksida di dalam darah. Kalium juga bermanfaat untuk memicu kerja otot dan simpul saraf: Kalium yang tinggi akan memperlancar pengiriman oksigen ke otak dan membantu memperlancar keseimbangan cairan tubuh.

Sumber Vitamin
Kandungan vitamin pada ikan tuna, terutama jenis sirip biru sangat tinggi, yaitu mencapai 2,183 IU. Konsumsi 100 gram ikan tuna sirip biru cukup untuk memenuhi 43,6 persen kebutuhan tubuh akan vitamin A setiap hari. Vitamin A sangat baik untuk pemeliharaan sel epitel, peningkatan imunitas tubuh, pertumbuhan, penglihatan, dan reproduksi.

Ikan tuna juga merupakan sumber yang baik untuk vitamin B6 dan asam folat. World's Health Rating dari The George Mateljan Foundation menggolongkan kandungan vitamin B6 tuna ke dalam kategori sangat bagus karena mempunyai nutrient density yang tinggi, yaitu mencapai 6,7 (batas kategori sangat bagus adalah 3,4-6,7). Vitamin B6 bersama asam folat dapat menurunkan level homosistein. Homosistein merupakan komponen produk antara yang diproduksi selama proses metilasi. Homostein sangat berbahaya bagi pembuluh arteri dan sangat potensial untuk menyebabkan terjadinya penyakit jantung. Meskipun ikan tuna mengandung kolesterol, kadarnya cukup rendah dibandingkan dengan pangan hewani lainnya. Kadar kolesterol pada ikan tuna 38-45mg per 100gr daging.

Cegah Stroke dan Obesitas
Kandungan gizi yang tinggi membuat tuna sangat efektif untuk menyembuhkan berbagai penyakit, salah satunya stroke. Sebuah studi yang pernah dilakukan selama 15 tahun menunjukkan bahwa konsumsi ikan tuna 2-4 kali setiap minggu, dapat mereduksi 27% resiko penyakit sroke daripada yang hanya mengkonsumsi 1 kali dalam sebulan. Konsumsi 5 kali atau lebih dalam setiap minggunya dapat mereduksi penyakit stroke hingga 52 persen. Konsumsi tuna 13 kali per bulan dapat mengurangi risiko tubuh dari ischemic stroke, yaitu stroke yang disebabkan oleh kurangnya aliran darah ke otak.

Dari delapan penelitian yang tercatat dalam The George Mateljan Foundation (2006), konsumsi tuna 1-3 kali per bulan dapat mengurangi risiko ischemic stroke sebesar 9 persen. Selanjutnya risiko menurun sebanyak 13 persen pada konsumsi tuna sekali seminggu, 18 persen pada konsumsi 2-4 kali per minggu, serta 31 persen pada konsumsi tuna 5 kali atau lebih setiap minggunya. Sebuah penelitian yang dipublikasikan pada 6th Congress of The International Society for the Study of Fatty Acids and Lipid pada Desember 2004 membuktikan bahwa ikan tuna dapat mencegah obesitas dan sangat baik untuk penderita diabetes melitus tipe 2. Hal itu disebabkan kandungan EPA (eicosapentaenoic acid) yang tinggi pada ikan tuna dapat menstimulasi hormon leptin, yaitu sebuah hormon yang membantu meregulasi asupan makanan. Dengan regulasi tersebut, tubuh akan terhindar dari konsumsi makanan secara berlebihan, penyebab obesitas.

Tangkal kangker payudara
Ikan tuna juga baik untuk mencegah kanker payudara. Hal tersebut disebabkan kandungan omega-3 pada tuna dapat menghambat enzim proinflammatory yang disebutcyclooxygenase 2 (COX 2), enzim pendukung terjadinya kanker payudara. Omega-3 juga dapat mengaktifkan reseptor di membran sel yang disebut peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR)-ã, yang bisa menangkap aktivitas sel penyebab kanker. Selain itu, omega-3 juga dapat memperbaiki DNA.

referensi : http://www.djpt.kkp.go.id/index.php/profil/c/8/Manfaat-dan-kandungan-ikan-tuna/   ?category_id=12

Jumat, 06 Oktober 2017

PENEGASAN LARANGAN PENGGUNAAN ALAT TANGKAP IKAN CANTRANG

Oleh :
Budi Santoso

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan tegas melarang penggunaan alat penangkapan ikan pukat tarik atau cantrang, terutama untuk kapal diatas 30 GT. Hal itu ditegaskan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di WPP Negara Republik Indonesia. “Penggunaan cantrang telah lama menimbulkan kerusakan sehingga berpengaruh pada menurunnya ketersediaan sumber daya ikan”, ungkap Sekretaris Jenderal KKP Sjarief Widjaja pada konferensi pers yang digelar di Jakarta, Minggu (22/02).
Menurut Sjarief, penggunaan cantrang selain telah merusak sumber daya alam juga telah berdampak buruk bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat nelayan di beberapa daerah. Salah satu daerah yang menggunakan alat tangkap yang masuk dalam kelompok pukat tarik berkapal (boat or vessel seines) ini adalah Jawa Tengah. Maraknya penggunaan cantrang di Kabupaten Rembang, Pati, Batang, dan Kota Tegal telah lama menimbulkan berbagai permasalahan termasuk konflik antar nelayan. “Seharusnya cantrang tidak digunakan lagi di Jawa Tengah, karena telah sangat merugikan”, ujar Sjarief.
Sharif menjelaskan, dalam perkembangannya jumlah kapal yang menggunakan alat penangkapan ikan cantrang di Provinsi Jawa Tengah bertambah dari 3209 pada tahun 2004 menjadi 5100 pada tahun 2007 dengan ukuran kapal sebagian besar diatas 30 GT. Permasalahan timbul karena banyaknya kapal cantrang di atas 5 GT yang izinnya dikeluarkan oleh pemerintah daerah dengan alat penangkapan ikan yang lain, sehingga terjadi upaya hukum untuk menertibkan dan menimbulkan konflik dengan nelayan dari daerah lain. Permasalahan lain adalah terjadinya penurunan produksi sebesar 45 persen dari 281.267 ton (2002) menjadi 153.698 ton (2007). “Situasi tersebut juga berdampak pada penurunan sumber daya ikan demersal sebanyak 50 persen”, kata Sjarief.
Sementara itu Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Gellwynn Jusuf yang juga memberikan keterangan pers kepada media menyatakan bahwa larangan penggunaan alat tangkap sudah mulai diberlakukan sejak tahun 1980. Kala itu dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Pertanian Nomor 503/Kpts/UM/7/1980 cantrang secara tegas dilarang. Kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Keputusan Dirjen Perikanan Nomor IK.340/DJ.10106/97 sebagai petunjuk pelaksanaan dari peraturan tersebut. “Pada intinya cantrang hanya diberikan bagi kapal dibawah 5 GT dengan kekuatan mesin di bawah 15 PK”, tukas Gellwynn.
Menanggapi permasalahan penggunaan cantrang di Jawa Tengah, Gellwynn mengungkapkan bahwa pemerintah pusat bersama pemerintah daerah telah beberapa kali melakukan upaya stategis. Pada tanggal 24 April 2009 telah dilakukan dialog antara Perwakilan Nelayan Kabupaten Rembang, Pati, Batang, dan Kota Tegal dengan Departemen Kelautan dan Perikanan di BBPPI Semarang. Pertemuan tersebut menyepakati beberapa hal, yaitu Departemen Kelautan dan Perikanan melanjutkan kebijakan lama yaitu tidak memberikan izin cantrang bagi kapal di atas 30 GT. Kedua, kapal ukuran di atas 30 GT yang izin usahanya menggunakan alat tangkap selain Cantrang tetapi operasinya memakai cantrang diberikan tenggang waktu tujuh hari untuk mendaftarkan kembali kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota setempat untuk di data ulang. Ketiga, izin penggunaan alat tangkap Cantrang kapal ukuran di bawah 30 GT diserahkan kepada pemerintah daerah masing-masing.
Selanjutnya dari hasil dialog tersebut disepakati bahwa kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah adalah memberikan izin penggunaan cantrang untuk kapal di bawah 30 GT. Namun, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Tengah tidak memberikan izin baru atau hanya memberikan perpanjangan izin bagi cantrang yang lama. Dalam waktu dua minggu akan dilakukan evaluasi data perizinan cantrang untuk kapal di bawah 30 GT yang ada di Jawa Tengah.
Gellwynn menambahkan, upaya strategis lainnya yang ditempuh pmerintah yakni dengan menerbitkan Peraturan Menteri KP Nomor : PER.02/MEN/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di WPPNRI sebagaimana diubah terakhir dengan PERMEN KP No. 42/Permen-KP/2014. Dimana, izin penempatan cantrang hanya diberikan untuk kapal perikanan dengan ukuran sampai dengan 30 GT di jalur penangkapan II (4 mil laut sd. 12 mill laut) dan jalur penangkapan III (12 mil laut ke atas) di WPP-NRI 711, 712, dan WPP-NRI 713. Dengan berlakunya PERMEN KP No. 2/PERMEN-KP/2015, maka pengaturan tersebut di atas secara hukum tidak berlaku lagi. Selanjutnya, Dirjen Perikanan Tangkap melalui surat No. 1722/DPT.4/PI.420.D4/IV/09 tanggal 30 April 2009 juga telah menghimbau agar Dinas KP Provinsi Jawa Tengah menghentikan pemberian izin kepada kapal-kapal yang menggunakan Cantrang mengingat semakin banyaknya Cantrang di Laut Utara Jawa.
Selain itu Gellwynn mengutarakan, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas pengelolaan Sumber Daya Ikan Berkelanjutan, Nomor 44/LHP/XVII/12/2013, tanggal 27 Desember 2013 diketahui bahwa Kepala Dinas KP Provinsi Jawa Tengah melalui surat No. 523.4/1037 tanggal 16 Agustus 2005 menyatakan bahwa penerbitan izin penangkapan ikan menggunakan Cantrang dihentikan per tanggal 1 September 2005 karena merusak lingkungan di dasar laut. Kemudian terungkap bahwa Dinas KP Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 18 Maret 2013 ternyata telah membuat kesepakatan dengan perwakilan nelayan cantrang Jawa Tengah. Dalam kesepakatan itu disebutkan, kapal cantrang yang sudah terlanjur dibangun dapat memperoleh fasilitas perizinan SIUP dan SIPI. Menurut database perizinan SIPI, diketahui bahwa jumlah izin kapal dengan alat tangkap cantrang 10-30 GT yang telah diterbitkan sampai dengan tahun 2012 adalah sebanyak 835 unit. Berbeda dengan penyataan Kepala Dinas KP Provinsi Jawa Tengah dalam suratnya No. 523.52/134 tanggal 16 Januari 2013 yang hanya menyebutkan 484 unit. Berdasarkan LHP tersebut, maka Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dinilai tidak konsisten dalam pengaturan alat penangkap ikan Cantrang. Seharusnya Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tidak lagi memberikan izin kapal perikanan dengan menggunakan Cantrang terhitung sejak 1 September 2005.
Lebih lanjut menurut Gellwynn, dari fakta lapangan tentang operasional alat penangkapan ikan cantrang di Jawa Tengah terungkap bahwa jumlah kapal meningkat dari 5100 (2007) menjadi 10.758 unit (2015). Padahal sesuai komitmen seharusnya dikurangi secara bertahap. Kedua, telah terjadi pelanggaran berupa pengecilan ukuran gross tonnage kapal yang dibuktikan dengan hasil uji petik di Kabupaten Tegal, Pati, dan Rembang. Ketiga, spesifikasi teknis alat penangkapan ikan yang tidak sesuai ketentuan baik ukuran mesh size maupun ukuran tali ris. Keempat, telah terjadi pelanggaran daerah penangkapan ikan yang menyebabkan konflik dengan nelayan setempat, seperti kasus di Kota Baru, Kalimantan Selatan, Masalembo, Sumenep. Selanjutnya, juga telah terjadi potensi kehilangan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan subsidi BBM akibat pengecilan ukuran GT kapal.
Berdasarkan kronologis kejadian pengaturan diatas dan memperhatikan kerusakan yang ditimbulkan terhadap kesediaan sumber daya ikan, maka secara prinsip kapal cantrang dilarang beroperasi diseluruh WPP-NRI. Sedangkan, berdasarkan pertemuan antara pemerintah daerah dengan perwakilan nelayan dari Rembang, Pati, Batang, dan Kota Tegal yang difasilitasi oleh Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2009, maka para nelayan memahami dan sepakat bahwa cantrang merupakan alat penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan dan siap mengalihkannya secara bertahap. Adapun untuk penyelesaian permasalahan kapal cantrang yang telah beroperasi di luar ketentuan agar diselesaikan oleh pemerintah daerah provinsi, karena pemerintah provinsi memiliki kewenangan dan pengendalian terhadap pemberian izin kapal dibawah 30 GT.

dikutip :
Nomor : 014/PDSI/HM.420/2/2015
SIARAN PERS
Kepala Pusat Data Statistik dan Infromasi
Lilly Aprilya Pregiwati
Narasumber :
1. Sjarief Widjaja, Sekretaris Jenderal KKP.
2. Gellwynn Jusuf, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap.

Rabu, 27 September 2017

Dinamika Kelompok Perikanan

Oleh : Budi Santoso, S.St.Pi



Dinamika Kelompok adalah suatu keadaan dimana suatu kelompok dapat menguraikan, mengenali kekuatan-kekuatan yang terdapat dalam situasi kelompok yang dapat membuka perilaku dan anggota-anggotanya.
TUJUAN DINAMIKA KELOMPOK
• Meningkatkan proses interkasi antara anggota kelompok sehingga menyebabkan terjalinnya    hubungan psikologis yang nyata diantara anggota kelompok, seperti rasa solidaritas, rasa memiliki kelompok, rasa saling tergantung antara anggota kelompok, dsb.
• Meningkatkan produktivitas kelompok melalui peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan (PSK) anggota kelompok.
• Mengembangkan kelompok kearah yang lebih baik, maju, dan kompak.
• Meningkatkan kesejahteraan hidup anggota kelompok. 
UNSUR_UNSUR DINAMIKA KELOMPOK
1. Tujuan kelompok, adalah gambaran yang diharapkan anggota akan dicapai oleh kelompok. Hubungan antara tujuan kelompok dengan tujuan anggota kelompok mempunyai lima kemungkinan bentuk yaitu 1) Sepenuhnya bertentangan, 2) Sebagian bertentangan, 3) Netral, 4) Searah, 5) Identik.
2. Struktur kelompok, merupakan bentuk hubungan antar individu-individu dalam kelompok yang disesuaikan dengan posisi dan peranan masing-masing individu. Beberapa hal berhubungan dengan struktur kelompok adalah : a) struktur kekuasaan atau pengambilan kekuasaan, b) Struktur tugas atau, c) Pembagian pekerjaan, d) Struktur komunikasi, e) Sarana yang tersedia untuk terjadinya interaksi
3. Fungsi-fungsi, fungsi berkaitan dengan semua kegiatan yang harus dilakukan kelompok dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Kriteria yang digunakan untuk mengukur fungsi tugas adalah a) Fungsi memberi informasi, b) Fungsi koordinasi, c) Fungsi memuaskan anggota, d) Fungsi berinisiatif, e) Fungsi untuk mengajak berpartisipasi, f) Fungsi menjelaskan kepada yang lain.
4. Mengembangkan dan membina kelompok, Hal ini dimaksudkan sebagai usaha untuk mempertahankan kehidupan kelompok. Usaha mempertahankan kelompok dapat dilihat dari beberapa ciri: a) Partisipasi semua anggota kelompok, b) Adanya fasilitas, c) Menumbuhkan kegiatan, d) Menciptakan norma, e) Adanya kesempatan mendapatkan anggota baru, f) Proses sosialisasi.
5. Kekompakan kelompok, Menunjukkan tingkat rasa untuk tetap tinggal dalam kelompok. Dapat meningkatkan potensi kelompok dan rasa memiliki kelompok pada diri anggota kelompok. Faktor yang mempengaruhi kekompakan kelompok: a) Kepemimpinan kelompok, b) Keanggotaan kelompok, c) Nilai tujuan kelompok, d) Homogenitas anggota kelompok, e) Keterpaduan kegiatan kelompok, f) Jumlah anggota kelompok.
6. Suasana kelompok, Adalah suasana fisik dan emosional, seperti keramahan, saling mencurigai, yang memungkinkan anggota saling mengisi dan merasakan kesatuan tidak terpisahkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi suasana kelompok: a) Hubungan antara anggota kelompok, b) Kebebasan berpartisipasi, c) Lingkungan fisik 
7. Tekanan pada kelompok, Adalah tekanan-tekanan dalam kelompok yang menimbulkan ketegangan pada kelompok tersebut untuk menimbulkan dorongan ataupun motivasi dalam mencapai tujuan kelompok. Fungsi tekanan pada kelompok (group presure): a) Membantu mencapai tujuan kelompok, b) Membantu anggota kelompok memperkuat pendapatnya , c) Mempertahankan dirinya sebagai kelompok , d) Memantapkan hubungan dengan lingkungan sosialnya
8. Efektivitas kelompok, Adalah keberhasilan untuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan cepat dan berhasil dengan baik serta memuaskan bagi setiap anggota kelompok dalam rangka mencapai tujuan berikutnya.

Sumber : http://pilarpenyuluhan.blogspot.co.id/2014/03/dinamika-kelompok.html

Selasa, 19 September 2017

Jenis Produk Hasil Perikanan Non Konsumsi

Oleh : Budi Santoso, S.St.Pi

Direktorat Pengembangan Produk Nonkonsumsi adalah salah satu unit Eselon II di lingkup Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan yang mempunyai lingkup tugas di bidang pengembangan produk nonkonsumsi dan ditetapkan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Nomor; KEP.090/DJ-P2HP/2011 tentang Regristrasi Unit Penanganan, Pengolahan Hasil Perikanan Nonkonsumsi (UPPN) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Nomor: KEP.016/DJ-P2HP/2012, yang termasuk dalam Produk Hasil Perikanan Nonkonsumsi akan diuraikan dengan penjelasan terlampir. Pengawas Perikanan harus mengetahui ini karena merupakan salah satu obyek pengewasan.
 


Ikan Hias
Ikan hias adalah ikan air tawar atau air laut yang merupakan hasil dari kegiatan budidaya atau penangkapan ikan, pada tahap pasca panen  (ditangani UPPN mulai dari tahap pemanenan, penampungan hingga distribusi, transportasi), yang digunakan untuk ikan hias, dan bukan untuk konsumsi manusia. 

 1. Ikan Hias Air Tawar


Ikan Hias Air Tawar adalah segala jenis organisme yang siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan tawar yang lebih banyak peruntukannya dipandang keindahannya baik bentuk dan warna;
2. Ikan Hias Air Laut


Ikan HIas Air Laut  adalah segala jenis organism yang siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan laut (asin) yang lebih banyak peruntukannya dipandang keindahannya baik bentuk dan warna.
3. Tanaman Hias Air


Tanaman Hias Air adalah tanaman yang telah beradaptasi hidup di lingkungan perairan. Tanaman ini perlu adaptasi untuk dapat hidup di dalam atau mengambang di permukaan air, atau hanya dapat tumbuh dalam tanah yang secara permanen jenuh dengan air.
4. Mutiara


Mutiara adalah produk hasil perikanan berupa butiran permata yang dihasilkan oleh kerang mutiara laut atau air tawar.
5. Kerajinan


Kerajinan adalah kerajinan yang dihasilkan oleh industri menggunakan bahan baku kulit ikan, kerang, sisik, tanaman hias air dan lain-lain. Kulit ikan, kerang, sisik dan tanaman hias air yang digunakan bukan berasal dari jenis yang dilarang dalam perdagangan.

6. Minyak Ikan
Minyak Ikan adalah minyak yang diperoleh dari hati ikan atau bagian-bagian tubuh lainnya. Produk dapat berupa minyak ikan kasar maupun yang telah diolah untuk keperluan medis/farmasi ataupun kosmetik.

7. Tepung Ikan


Tepung Ikan atau bagian-bagian ikan yang minyaknya diambil atau tidak, dikeringkan kemudian digiling.

8. Garam


Garam adalah produk pasca panen hasil kelautan berupa garam yang digunakan untuk keperluan industri, medis atau laboratorium.
9. Tulang Ikan


Tulang Ikan adalah tulang ikan yang berasal dari hewan mamalia yang dapat dimanfaatkan dalam bentuk produk intermediate berupa tulang maupun produk lanjutan dalam penggunaannya untuk keperluan medis atau farmasi.
10. Khitin dan Khitosan


Khitin dan/atau Khitosan adalah hasil samping yang didapat dari limbah kulit crustasea. Saat ini khitin dn khitosan menjadi salah satu bahan kimia dan bahan baku industry yang menjadi unggulan khususnya bagi industri farmasi, kesehatan, kosmetik, makanan, pengolah limbah dan air, fotografi, kayu dan kertas untuk industri.
11. Kolagen


Kolagen adalah produk yang diekstraksi dari bagian-bagian ikan seperti sisik ikan, kulit, tulang, biasanya digunakan untuk kebutuhan kosmetik, medis/farmasi.
12. Gelatin


Gelatin adalah produk yang diekstraksi dari tulang ikan, umumnya digunakan dalam industry pangan, dan farmasi. Biasanya digunakan sebagai bahan pengatur elastisitas.
13. Silase


Silase adalah sumber protein atau pakan ternak yang berasal dari ikan yang telah melalui proses penggilingan baik diambil atau tidak minyaknya.
14. Rumput Laut Untuk Keperluann Medis, Farmasi, Kosmetik



Rumput   Laut untuk keperluan medis/farmasi, kosmetik adalah rumput laut kering, Semi Refined Carragenan/ Alkali Traeted Cottonii sebagai produk intermediate atau produk yang sudah digunakan dalam formulasi untuk keperluan medis/ farmasi atau kosmetik seperti sabun, lotion, cream dan pengharum ruangan.

15. Produk Bioteknologi Kelautan dan Perikanan


Produk Bioteknologi Kelautan/ Perikanan adalah produk yang diperoleh menggunakan bahan baku hasil kelautan/ perikanan dengan memanfaatkan bioteknologi. Contoh produk: enzim, produk bioaktif hasil laut/ perikanan, food suplemen dari microalgae, dan lain-lain.
16. Artemia


Artemia adalah kista dari artemia sebagai bahan pakan. Artemia merupakan kelompok udang-udangan dari fillum Arthropoda, berkerabat dekat dengan zooplankton lain, hidup di danau-danau bergaram.

17. Bubuk Kulit Kerang Mutiara


Bubuk Kulit Kerang Mutiara adalah bubuk/ serbuk halus dari cangkang mutiara yang digunakan sebagai bahan baku kosmetik.
Sumber : Direktorat Pengembangan Produk Nonkonsumsi
Direktorat Jenderal Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Perikanan